Rabu, 31 Oktober 2012

Catatan Tiga Tahun Silam


KEGAGALAN YANG MEMBAWA HIKMAH
(kutulis sekitar 3 tahun yang lalu)
            Di tengah-tengah kompetisi pendidikan saat ini, sudah menjadi tradisi masyarakat untuk berlomba menyekolahkan anak ke sekolah yang bergengsi. Tidak terpikirkan apakah si anak mampu atau tidak mengikuti pelajaran di sekolah tersebut, biaya yang dipakai nanti apakah sudah siap atau belum. Yang penting anak lolos di sekolah favorit dan bergengsi dulu, baru biaya dan lain-lainnya akan dipikirkan nanti.
            Hal seperti ini tidak menjadi prinsip aku dan suami. Karena kami tahu kemampuan kami. Kami akan melakukan apa saja semampu kami. Tapi kami juga ingin mencoba apa yang terbaik untuk anak. Mencoba mengamini keinginan anak.
Anakku yang pertama (laki-laki) ingin melanjutkan di sebuah SLTA RSBI favorit di kotaku. Hal ini tak lepas dari motivasi suami dan aku sendiri. Apalagi aku seorang guru, tentu menginginkan anak-anakku sekolah di tempat yang dia mau. Walaupun letaknya cukup jauh, kami akan berusaha memfasilitasi anak agar menimbulkan semangat belajarnya.
Saat yang ditunggu tiba, pengumuman hasil UNAS pun disambut suka cita oleh warga sekolah anakku, karena lulus seratus persen. Akan tetapi kegembiraan anakku tak begitu lama. Hal ini disebabkan oleh putusnya suatu persahabatan yang mengakibatkan anakku begitu depresi. Semangat sekolahnya hilang begitu saja, dalam waktu singkat kondisi tubuhnya turun drastis. Kami selaku orang tua sangat kebingungan menghadapinya. Hingga hari pendaftaran sekolah yang kami tuju buka.
Terpaksa kami (suami dan aku) mengalah untuk tidak ngantor karena harus menemani anakku mendaftarkan diri di sekolah favorit tersebut. Kami yang repot ke sana kemari, karena anakku dalam kondisi pasif dan diam seribu bahasa. Hal ini sampai pada tahap wawancara dan tes tulis.
Aku tak mengira kalau ternyata dalam wawancara ada hal yang “tersembunyi”. Sumbangan yang besar ternyata ikut mempengaruhi lulus tidaknya calon siswa. Padahal dalam blangko yang kuisi, mulai fasilitas belajar di rumah, kesiapan membayar bulanan, sampai gaji kami selaku orang tua, dll, insyaallah aku optimis kalau anakku bisa lolos. Apalagi otak anakku tidaklah terlalu memalukan. Kami yakin, sampai suamiku menjanjikan jika anakku lulus akan dibelikan sepeda motor baru.
Allah menentukan lain, anakku tidak lulus. Kegagalan itu  semakin membuatnya jatuh mental. Dengan memohon kepada Allah kami selaku orang tua memberikan motivasi dan membesarkan hatinya dengan mendaftarkan ke sekolah lain yang dia inginkan. Ternyata dia memilih sekolah yang di situ ada teman-teman dekatnya sewaktu di SLTP, yaitu grupnya di OSIS dan Pramuka.
Meskipun pada dasarnya aku kecewa dengan keputusannya, aku berusaha untuk berlapang dada sambil mengikuti perkembangan mentalnya semenjak dia terpuruk. Hari-demi hari dia lalui dengan perubahan karakter. Dia begitu tertutup, keras kepala, dan malas beraktifitas. Setiap pagi kami harus membangunkan begitu lama, pun waktu sholat dia tidak menyegerakan untuk melakukannya. Kami jadi sedih sekali.
Dalam waktu beberapa bulan ini, dia sudah beberapa kali minta izinku untuk absen. Dia mulai gampang sakit, entah flu, demam, atau sakit ringan yang lainnya. Aku pun jadi enggan untuk membuatkan surat izin, karena sudah  beberapa kali tidak masuk sekolah. Aku berharap jika dia absen tanpa surat, akan mendapat teguran dari sekolah. Tapi sampai saat aku menulis ini, belum pernah aku dipanggil ke sekolah karena absennya.
Alhamdulillah Allah masih sayang kami. Seandainya anakku lulus di sekolah favorit tersebut, bagaimana dia bisa menjalaninya? Sedangkan bangun pagi saja, dia masih butuh pertolongan. Dengan bersekolah yang jaraknya jauh, kami akan kesulitan mengontrol pergaulannya. Karena semakin luas pergaulan akan membawa dampak yang mengkhawatirkan. Jiwanya yang labil, tentu akan mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif. Apalagi yang namanya coba-coba, pasti akan disukai oleh anak remaja sepertinya.
Dalam keadaan ekonomi yang sedang pasif dalam berwiraswasta, suamiku ingat akan janjinya untuk membelikan sepeda motor baru jika anakku lulus. Rupanya Allah sudah mengatur semuanya, di antaranya kegagalan anakku masuk SLTA tersebut. Kami tak bisa membayangkan  jika anakku harus bersepeda motor ke kota tiap hari. Dia belum bisa memperoleh SIM karena baru berumur 15 tahun. Kekhawatiran di jalan maupun pergaulan sangat menghantui kami.
Dari sinilah , kami (aku dan suami) mengambil hikmah yang luar biasa. Dengan dia masuk SLTA pilihannya, yakni di sebuah yayasan tempat aku mengajar. Maka sedikit demi sedikit aku mulai menerima nikmat yang diberikan Allah. Anakku mulai aktif kembali bersama teman-temannya. Sementara dia belum mau berhubungan dengan teman-teman wanita. Apalagi dia mulai aktif kembali dalam kegiatannya, bahkan masuk anggota Pramuka Saka Bhayangkara di kotaku.
Kami bisa mengontrol semuanya, pikiran kami tak terbebani lagi dengan apa yang dilakukan. Teman-teman pergaulannya sudah kami ketahui semua, seberapa jauh dia melangkahkan kaki insyaallah sepengetahuan kami. Karena dalam mengambil keputusan apapun anakku selalu minta izin kepada kami.
Kegagalan anakku berarti kegagalan kami juga sebagai orang tua dalam mendampingi di jenjang pendidikan. Alhamdulillah, kami selalu bersyukur kepadaMu ya Allah. Karena di balik kegagalan itu, terdapat rencana-rencanaMu ataupun hikmah yang kami  belum mengetahui sebelumnya.

PUISI

                 Hari Ini
   (Rabu, akhir Oktober 2012)

      kulewati ini hari
      tak ada yang istimewa
      tak ada yang dipersiapkan
      semua berlalu begitu saja

      aku berharap
      esok kan lebih baik
      tak perlu longok keterpurukan
      di belakang hariku

      masih ada esok
      yang perlu diperjuangkan
      dengan penuh harapan
      sebagai wujud permohonan kepadaNya

Selasa, 30 Oktober 2012

KEJADIAN LUCU

Selasa, 30 Oktober 2012
 Kejadian Lucu
     Kejadian ini menimpa orang-orang di sekitar madrasah tempat aku mengajar. Sewaktu istirahat kedua, salah seorang teman guru putri bercerita. Beliau orangnya polos sekali. Di dalam kelas beliau merasakan bau yang tak sedap. Tanya pada anak-anak tidak ada yang tahu. Akhirnya bau tak sedap itu semakin menyengat. Ketika ditanya, semuanya ramai saling bertanya. Singkat cerita, si ibu guru tidak menemukan sumber bau tersebut. Beliau berinisiatif untuk membacakan surat Al- Fatihah, agar si bau segera pergi. Namun si bau malah menjadi-jadi dan beliau meninggalkan kelas untuk ke kantor guru.
     Di kantor diberi masukan oleh teman-teman untuk menyelesaikan masalah di kelasnya tersebut. Namun si ibu ini menyerahkannya kepada wali kelas. Wali kelas bertindak, anak-anak disuruh keluar. Nah, ada seorang anak putri yang tidak mau meninggalkan tempat duduknya. Dia menangis, sakit perut dan telah mengeluarkan kotoran di celana dalamnya. Dia tidak berani berbuat apa-apa. Wali kelas menyarankan untuk pulang tetapi dia tidak mau. Diantar wali kelas pulang juga tidak mau. Akhirnya wali kelas menanyakan alamat dan nama orang tuanya. Karena nomor HP orang tuanya dia juga tidak hapal.
     Ah, dekat saja... pikir wali kelas. Wali kelas pun pergi ke alamat yang ditunjukkan oleh si sakit perut tadi. Sampai di alamat, bertanyalah wali kelas kepada seorang lelaki di situ. Orang tersebut hanya menjawab "ya" berkali-kali sambil gemetaran, apalagi disuruh membawa baju si anak untuk berganti. Wali kelas dan orang tua kembali ke madrasah.
     Dengan tergopoh-gopoh, orang tua menuju ke kelas sambil menangis dan tetap membawa baju pengganti. Dia menemui anak putri yang sedang tertunduk di meja. 
Orang tua: "Lo, ini bukan anak saya, Pak"
Wali kelas: "Tadi, kata Bapak "ya"!
Orang tua: "Memang iya, Pak. Tapi anak saya bukan ini. Ini tetangga saya."
Wali kelas: "Kenapa tadi Bapak selalu mengatakan "ya" terus?"
Orang tua: "Saya tadi panik, Pak. Begitu lihat Bapak Guru datang, saya takut terjadi sesuatu pada anak  
                  saya. Saya tidak sempat banyak mendengarkan pertanyaan Bapak Guru."
Wali kelas: "Wah, bapak ini bagaimana?"
Orang tua: "Anak saya bernama "..." di kelas "..." Pak.
Wali kelas: "Wah, menghabiskan waktu saja Bapak ini"
Orang tua: "Maaf, Pak... kalau begitu anak ini biar pulang bersama saya saja."
Wali kelas: "O... begitu... baiklah, Pak. Saya ucapkan terima kasih"
Orang tua: "Sama-sama, Pak. Saya masih bersyukur karena anak saya aman-aman saja kan, Pak?"
Wali kelas; "Insya Allah aman, Pak. Hati-hati di jalan, Pak!"
     Sepulang orang tua dan anak (si sakit perut) yang ternyata tetangganya itu, wali kelas menjadi bahan tertawaan teman-teman guru. Bagaimana tidak, mencari wali murid kok malah dapat tetangganya. Sementara teman guru putri yang tadi membacakan Al- fatihah pun tidak luput dari tertawaan teman-teman juga. Ternyata dia membaca surat Al-Fatihah karena takut ada jin di situ. Makanya baunya kok tidak segera hilang karena memang bau kotoran manusia yang sedang masuk angin. Bukan bau jin.
     Ada-ada saja!

Minggu, 28 Oktober 2012

LOLOS

LOLOS SELEKSI PORSENI
     Alhamdulillah, apa yang kuharap terkabul. Siswa-siswiku lolos dalam seleksi pidato tingkat Kelompok Kerja Madrasah. Berarti ada tugas yang lebih berat menanti, yaitu PORSENI tingkat Kabupaten di bulan Desember nanti.
     Harus lebih semangat, pantang menyerah! GO! GO! GO! Mempersiapkan materi dan mental buat anak-anak juga gampang-gampang susah. Yang penting bagaimana caraku untuk mendekati mereka. Semoga apa yang kuusahakan bisa membawa kebaikan untuk ....

PELUANG WAKTU

Peluang Waktu
       Masih ada beberapa menit untuk berangkat mengajar. Dari pada manyun sambil lihat TV, buka blogger. Yach... namanya juga sudah tua, pinginnya belajar untuk tidak ketinggalan zaman. Mau nulis apa ya? 
Ya... ini nih, nulis ini aja. He he he kok serba "ini".
     Yang jelas aku berharap hari ini anak didikku yang akan seleksi lomba pidato Bahasa Indonesia PORSENI tingkat KKM akan lolos. Pun anakku sendiri yang ikut dalam pidato Bahasa Inggris ikut lolos juga. Hal yang selalu orang tua inginkan untuk kebaikan anak maupun muridnya.
        Semoga Allah meridlai....

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...