Lagu “Matahari Terbenam”
Matahari terbenam
Hari mulai malam
Terdengar burung
hantu
Suaranya merdu
Uhu uhu uhu uhu
uhu…
dst.
Terdengar lirih bungsuku berdendang sewaktu belajar.
Lagu yang memang akrab di telinga semenjak aku masih kecil. Lagu tersebut juga
aku ajarkan kepada ketiga buah hatiku. Lagu yang singkat, sederhana, dan mudah
dihafalkan.
Setelah kupikir-pikir, ternyata lagu tersebut sudah
tidak cocok lagi untuk kehidupan sekarang. Matahari terbenam. Jika diperhatikan, masih menunjukkan waktu senja menjelang maghrib,
bukan malam. Karena begitu matahari terbenam, muncullah mega-mega kemerahan sebagai petunjuk waktu umat Islam untuk melakukan sholat
Maghrib.
Demikian juga keberadaan
burung hantu semakin langka, di desa-desa jarang sekali mendengar suara burung
hantu. Apalagi hidup di perkotaan, tentu tidak akan pernah mendengar suara
burung hantu yang sebenarnya. Alam yang tergeser oleh pemukiman penduduk yang
kian merajalela. Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan penduduk dan industri memang wajib menggeser tempat tinggal satwa
dan lingkungkungannya yang hijau.
Apalagi suara burung hantu yang terkesan mengerikan.
Namanya saja burung “hantu”. Entah dari mana (belum mempelajari) etimologi burung hantu tersebut. Sehingga
mendengar namanya saja sudah terkesan angker atau menyeramkan. Meskipun terkesan menyeramkan, pembuat lagu mengemasnya dengan
memberikan suara yang merdu. Lucu juga kalau dipikir-pikir.
Nah, menurutku lagu yang tepat khususnya untuk
anak-anak muslim dan muslimah adalah …
Matahari terbenam
Hari menjelang maghrib
Terdengar suara adzan
Mari kerjakan sholat
Ayo… ayo… ayo… ayo… ayo…
Ini hanya sekelumit opini atau ungkapan kata hati
saja. Bukan berarti menolak atau mengacaukan lagu yang sudah populer tersebut. Sekelebat pemikiran untuk anak-anak yang memerlukan
pembimbingan dalam menafsirkan sebuah lagu.
28 November 2012