Dia
cantik. Bahkan bisa dikatakan sangat cantik. Parasnya yang elok dengan hidung
mancungnya, kulitnya kuning langsat, tubuhnya yang menambah kesempurnaan
fisiknya. Ditunjang dari tingkah lakunya yang santun dan gaya bicara lembut. Apalagi berlatar belakang dari
keluarga seorang priyayi. Dapatlah diibaratkan bahwa gadis tersebut sebagai
bunga anggrek. Yakni bunga yang bagus dilihat dan tetap mahal harganya. Sayang
dia gadis yang kurang pergaulan dan pemalu.
Siapapun
yang melihatnya pasti akan tergoda untuk memilikinya. Jika sebaya, ingin menjadikannya
sebagai kekasih. Laki-laki normal pasti tidak akan menyia-nyiakan untuk
(minimal) memandangnya jika dia lewat. Jika sesama wanita, pasti ingin
menjadikannya sebagai saudara atau iparnya. Juga banyak orang tua yang ingin
menjadikannya sebagai menantu.
Menjelang
kelas sebelas di sebuah SLTA, selain teman wanita dia juga mempunyai banyak
teman laki-laki. Dari banyak teman laki-lakinya banyak yang ingin coba-coba
mendekatinya. Dia tak mau karena pikirnya mereka hanya teman biasa yang tak
mungkin memacarinya hingga sampai pada jenjang pernikahan.
Hingga
dia bertemu dan berkenalan dengan seorang lelaki yang punya istri. Lelaki
tersebut berdalih hendak menceraikan istrinya karena suatu sebab. Lelaki
menceritakan penderitaannya bahwa istrinya tidak bisa berperan sebagai seorang
istri yang sebenarnya. Istri yang pilihan ibunya tersebut suka berfoya-foya dan
tidak peduli lagi dengan suaminya. Karena si istri hanya memanfaatkan
kekayaannya saja.
Si
Anggrek mulai iba dengan cerita lelaki tersebut. Lelaki kian merapat mendekati Anggrek.
Seakan ingin berbagi perhatian, Anggrek berusaha ingin membantu Lelaki dengan
menjadi temannya. Apalagi Lelaki mulai memberikan berbagai fasilitas. Dari uang
saku, handphone, sampai tempat tidur di kamar kostnya pun dibelikan sebagai
wujud pemberian kenyamanan kepada Anggrek selama di kost. Hingga beberapa lama,
mereka pun akhirnya”klik” untuk berpacaran.
Jika
pulang ke rumah yang beda kabupaten dengan tempat sekolahnya, Anggrek suka
menceritakan “Lelaki Pahlawan” tersebut kepada keluarganya. Yach, dia
menganggap lelaki tersebut sebagai seorang pahlawan. Karena telah banyak
memberikan segala yang dia inginkan. Sementara orang tuanya sendiri tak mampu
memberikan apa yang dia kehendaki.
Orang
tuanya sering mengingatkan bahwa lelaki tersebut mempunyai istri. Tak perlu
mengganggu kehidupan rumah tangga orang lain, toh masih banyak perjaka
baik-baik yang ingin meminangnya. Juga teman-teman bapaknya yang juga orang
baik-baik pun ingin menjadikannya sebagai menantu. Namun apa yang sering
dinasihatkan kepadanya seakan telah membutakan hatinya.
Anggrek
mulai bengal, tak bisa dinasihati lagi karena telah terpikat oleh licinnya
bahasa lelaki beristri tersebut. Hingga apa yang tak diharapkan oleh semuanya
terjadi. Anggrek telah hamil empat bulan. Betapa hancur hati bapak dan ibunya,
juga keluarga yang sangat menyayanginya. Dari keluarga terhormat membuat aib
yang sangat memalukan. Untungnya bapaknya seorang yang sabar.
Atas
permintaan orang tuanya, Anggrek meminta kekasihnya datang. Lelaki beristri
tersebut datang seorang diri untuk meminang Anggrek yang telanjur hamil. Hingga
dibuatkannya resepsi pernikahan secara sederhana. Hanya mengundang tetangga
kanan dan kiri, juga kerabat dari pihak bapak dan ibunya.
Dengan
linangan air mata sanak famili, pengantin disandingkan meskipun hanya
pernikahan siri. Diiringi suara masam dan kasak-kusuk para tetangga yang tak
luput dari pendengaran keluarganya. Semua hanya bisa terdiam. Menerima apa saja
yang digunjingkan orang. Karena memang pada dasarnya Anggrek telah melakukan
sebuah kesalahan. Kesalahan Anggrek tak luput dari kegagalan orang tua juga
dalam membimbing putrinya.
Usia
pernikahan telah berjalan sekitar lima hari. Suami Anggrek masih berada di
rumahnya dan masih tetap sendiri. Sanak keluarganya ataupun temannya belum ada
yang hadir ke pernikahan tersebut. Akan tetapi telepon suaminya berdering
terus. Suami selalu mengangkatnya di luar rumah dengan muka yang masam.
Hingga
pada suatu malam, datanglah prahara sebagaimana di sebuah sinetron. Sekitar
pukul sepuluh malam, pintu diketuk. Bapak Anggrek membukakan pintu, ternyata
seorang lelaki bersama seorang wanita dan anak kecil. Sang tamu menanyakan
keberadaan lelaki dengan identitas yang disebutkannya. Benarlah apa dan siapa
yang dimaksud adalah menantunya sendiri. Diketuknya pintu kamar anak dan
menantunya. Bapak Anggrek memberitahu kalau ada tamu yang mencari suami Anggrek.
Keluarlah menantu dengan tergopoh-gopoh.
Sampai
di depan pintu, Lelaki tersebut mendapat sambutan dari tamunya dengan beberapa
pukulan di wajah. Sambil berkata-kata yang tak pantas, tamu yang ternyata
adiknya tersebut terus memukuli kakaknya yang telah menikahi Anggrek. Wanita
dan anak kecil di belakangnya adalah istri dan anaknya. Mereka mengata-ngatai Lelaki
tersebut dengan berbagai umpatan.
Terakhir
muncullah ibu Lelaki dari dalam mobil. Si ibu berkata, “Kamu pilih gadis kencur
itu atau pulang ke istrimu. Jika memilih gadis kencur tak tahu diri ini berarti
kamu kehilangan segala fasilitas yang kamu miliki. Kamu hanya membawa pakaian
yang kamu kenakan ini saja. Dan kamu dianggap telah keluar dari keluarga. Juga
perusahaan yang telah kamu pegang diambil alih oleh istri dan adikmu.” Ibunya
juga mengatakan kalau ternyata lelaki tersebut punya banyak istri simpanan.
Lelaki
hanya diam saja. Anggrek yang menangis tak luput dari kemarahan istri lelaki
tersebut. Sementara bapak dan ibunya menyaksikan kejadian tersebut dengan
lemas. Juga tetangga yang menyaksikan hanya mengintip di balik tirai jendela
masing-masing. Puas melampiaskan kemarahan, keluarga Lelaki pulang dengan tanpa
pamit.
Keesokan
harinya Lelaki berpamitan pulang ke keluarganya dengan alasan akan mengurusi
semuanya. Dia tak mungkin meninggalkan Anggrek. Katanya dia sangat menyintai
keluarga barunya. Meskipun sederhana dia cukup nyaman tinggal di rumah orang
tua Anggrek. Suaminya berjanji nanti Anggrek akan diboyong ke rumah barunya
tanpa harus diganggu istri dan keluarganya. Lelaki mengatakan akan mengurusi
perusahaan keluarganya yang sudah beberapa hari ditinggalkannya.
Cukup
lama dalam penantian. Anggrek yang hamil tua seharusnya bisa bermanja-manja
dengan suaminya. Saat pergi ke dokter untuk periksa, saat berbelanja membeli
popok, dan keperluan lainnya yang seharusnya ditemani oleh suami tercinta,
terpaksa sang bapak lah yang menjadi penggantinya. Sementara ibunya telanjur
jengkel dengan keadaan yang seperti ini.
Hingga
lahirlah si jabang bayi yang lucu. Suaminya tetap tak menampakkan diri. Telepon
genggamnya tak bisa dihubungi lagi, sementara di mana rumahnya juga tak ada
yang tahu. Semua keperluan hanya bapaknya yang mengurusi. Sampai-sampai dalam
pembuatan akte kelahiran pun kesulitan. Akhirnya diputuskanlah pemalsuan di
dalam akte kelahiran tersebut. Dengan terpaksa, si jabang bayi dianggap anak
oleh kakeknya. Yach… nama orang tua si jabang bayi tersebut adalah nama kakek
dan neneknya.
Sekarang
si jabang bayi telah berumur beberapa bulan. Anggrek tinggal memetik hikmahnya.
Hikmah dari segala nasihat orang tua maupun saudara-saudaranya yang tak
digubrisnya. Suami yang saat itu masih menjadi kekasihnya dianggap sebagai
teman yang dewasa, pengertian, bisa membimbing, mencukupi, dan mengayomi
sekarang dia cukup menganggapnya sebagai “pengecut”.
Cukuplah
sudah, apa yang dialami oleh Anggrek. Tak perlu dialami oleh gadis-gadis lain.
Bekal ilmu, iman, dan pengawasan yang tiada henti tetap menjadi prioritas untuk
anak-anak yang beranjak dewasa.
24 Februari 2013