Kamis, 28 Februari 2013

Jokowi Terhindar dari Ledakan



Akhir Februari membawa duka di sebagian warga Jakarta. Tuhan masih melindungi para pejabat. Saat tamu undangan dijamu makan siang tiba-tiba balon udara meledak. Kecelakaan ini terjadi pada acara peresmian penertiban PKL yang melibatkan tamu undangan gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo bersama Gubernur Jawa Barat dan beberapa menteri. 

Acara tersebut menyita perhatian banyak orang. Rupanya Tuhan masih menyelamatkan para pejabat. Mungkin Tuhan masih memberi kesempatan kepada para pejabat tersebut untuk mengabdikan dirinya di masyarakat. Karena memang tenaga dan pikirannya masih dibutuhkan rakyat.

Kejadian berlangsung tepatnya, Kamis: 28 Februari 2013 saat para pejabat makan siang tiba-tiba terdengar suara menggelegar. Ternyata balon udara yang akan dilepas meledak terlebih dahulu. Balon udara yang sedianya dipakai sebagai acara puncak peresmian penertiban PKL terkontaminasi sengatan matahari dengan suhu yang panas. Bisa dipastikan akibatnya balon meledak sebelum diterbangkan.

Tidak ada korban tewas, tetapi beberapa orang dilarikan ke rumah sakit terdekat karena luka bakar. Kondisi acara terpaksa kacau-balau di saat terdengar suara adzan Dhuhur tersebut karena sebagian tenda pun terbakar kena ledakan balon.

Rupanya  Tuhan masih sayang Joko Widodo untuk meneruskan perjuangannya. Masih banyak yang harus diperbuat oleh Jokowi dalam memperbaiki Jakarta yang “sakit”. Sakitnya Jakarta karena terlalu banyak beban permasalahan yang serba kompleks. Jokowi masih berusaha untuk menjadi dokter yang siap mengobati “sakit”nya Jakarta.

28 Februari 2013

Rabu, 27 Februari 2013

Nakalnya Anak Lugu



Mencubit. Menjahili.
Berolok-olok. Bertengkar.
Saling tuduh. Saling mengadu.

Kulerai kubina mereka tertawa
Terkecoh aku oleh goda dan canda

Yang jahil yang lucu
Tiap saat mereka lakukan
Sungguh menyita perhatian
Guru pengajar di kelas

Nakalnya anak lugu tak senakal anak taklugu
Nakal yang belum mengarah hal membahayakan
Mereka belum tahu malu karena masih lugu
Sehingga nakalnya juga nakal lugu

Bukan nakalnya anak taklugu
Nakalnya anak yang terbawa narkoba
Nakalnya anak penggoda lawan jenis
Ataupun nakalnya anak yang berbohong
Berbohong pada diri, orang tua, sesama, dan
Bohong pada Illahi

Kelas VIII C, 27 Februari 2013

Pungguk Berduka



Jika kau sentuh benang emas yang melingkar di kaki Pungguk. Dia pasti kan terkejut dan terjatuh. Pungguk tak ingin lagi bangkit dalam sakit. Kembali terbang bersama pungguk-pungguk lain ke bukit.

Sarang yang begitu kemilau terbuat dari benang, hiasan, dan alas tidur yang membuat nyaman. Seakan tak ingin meninggalkan sarangnya yang membuat pungguk lain silau. Apalah gunanya jika hati Pungguk selalu risau.

Suatu saat Pungguk dilepaskan bersama pungguk lain ke sebuah hutan mencari makan. Namun benang emasnya selalu dihentakkan untuk membuat segera kembali ke sarang. Berbagi bersama anak-anak yang sedang menanti kebersamaan.

Tapi pungguk selalu dicurigai bersama pungguk liar. Punguk tak pernah ingkar janji. Pungguk hanya mencari makan. Pungguk tak terbang bersama pungguk liar. Pungguk dihinakan, pungguk tak dipercaya. Tak ada pungguk liar berani mendekati Pungguk yang terbelenggu.

Pungguk merana. Pungguk berduka. Pungguk berjiwa hampa. Tak mau hidup di dunia fana. Di dalam sarang mewah nan hampa.

Hampa dalam sepi. Terbawa sampai ke hati. Duka karena curiga yang abadi. Pungguk bawa pergi menghadap Ilahi.
                                                                        27 Februari 2013

Minggu, 24 Februari 2013

Anggrek yang Terluka



Dia cantik. Bahkan bisa dikatakan sangat cantik. Parasnya yang elok dengan hidung mancungnya, kulitnya kuning langsat, tubuhnya yang menambah kesempurnaan fisiknya. Ditunjang dari tingkah lakunya yang santun dan gaya bicara  lembut. Apalagi berlatar belakang dari keluarga seorang priyayi. Dapatlah diibaratkan bahwa gadis tersebut sebagai bunga anggrek. Yakni bunga yang bagus dilihat dan tetap mahal harganya. Sayang dia gadis yang kurang pergaulan dan pemalu.

Siapapun yang melihatnya pasti akan tergoda untuk memilikinya. Jika sebaya, ingin menjadikannya sebagai kekasih. Laki-laki normal pasti tidak akan menyia-nyiakan untuk (minimal) memandangnya jika dia lewat. Jika sesama wanita, pasti ingin menjadikannya sebagai saudara atau iparnya. Juga banyak orang tua yang ingin menjadikannya sebagai menantu.

Menjelang kelas sebelas di sebuah SLTA, selain teman wanita dia juga mempunyai banyak teman laki-laki. Dari banyak teman laki-lakinya banyak yang ingin coba-coba mendekatinya. Dia tak mau karena pikirnya mereka hanya teman biasa yang tak mungkin memacarinya hingga sampai pada jenjang pernikahan. 

Hingga dia bertemu dan berkenalan dengan seorang lelaki yang punya istri. Lelaki tersebut berdalih hendak menceraikan istrinya karena suatu sebab. Lelaki menceritakan penderitaannya bahwa istrinya tidak bisa berperan sebagai seorang istri yang sebenarnya. Istri yang pilihan ibunya tersebut suka berfoya-foya dan tidak peduli lagi dengan suaminya. Karena si istri hanya memanfaatkan kekayaannya saja.

Si Anggrek mulai iba dengan cerita lelaki tersebut. Lelaki kian merapat mendekati Anggrek. Seakan ingin berbagi perhatian, Anggrek berusaha ingin membantu Lelaki dengan menjadi temannya. Apalagi Lelaki mulai memberikan berbagai fasilitas. Dari uang saku, handphone, sampai tempat tidur di kamar kostnya pun dibelikan sebagai wujud pemberian kenyamanan kepada Anggrek selama di kost. Hingga beberapa lama, mereka pun akhirnya”klik” untuk berpacaran.

Jika pulang ke rumah yang beda kabupaten dengan tempat sekolahnya, Anggrek suka menceritakan “Lelaki Pahlawan” tersebut kepada keluarganya. Yach, dia menganggap lelaki tersebut sebagai seorang pahlawan. Karena telah banyak memberikan segala yang dia inginkan. Sementara orang tuanya sendiri tak mampu memberikan apa yang dia kehendaki.

Orang tuanya sering mengingatkan bahwa lelaki tersebut mempunyai istri. Tak perlu mengganggu kehidupan rumah tangga orang lain, toh masih banyak perjaka baik-baik yang ingin meminangnya. Juga teman-teman bapaknya yang juga orang baik-baik pun ingin menjadikannya sebagai menantu. Namun apa yang sering dinasihatkan kepadanya seakan telah membutakan hatinya. 

Anggrek mulai bengal, tak bisa dinasihati lagi karena telah terpikat oleh licinnya bahasa lelaki beristri tersebut. Hingga apa yang tak diharapkan oleh semuanya terjadi. Anggrek telah hamil empat bulan. Betapa hancur hati bapak dan ibunya, juga keluarga yang sangat menyayanginya. Dari keluarga terhormat membuat aib yang sangat memalukan. Untungnya bapaknya seorang yang sabar. 

Atas permintaan orang tuanya, Anggrek meminta kekasihnya datang. Lelaki beristri tersebut datang seorang diri untuk meminang Anggrek yang telanjur hamil. Hingga dibuatkannya resepsi pernikahan secara sederhana. Hanya mengundang tetangga kanan dan kiri, juga kerabat dari pihak bapak dan ibunya.
Dengan linangan air mata sanak famili, pengantin disandingkan meskipun hanya pernikahan siri. Diiringi suara masam dan kasak-kusuk para tetangga yang tak luput dari pendengaran keluarganya. Semua hanya bisa terdiam. Menerima apa saja yang digunjingkan orang. Karena memang pada dasarnya Anggrek telah melakukan sebuah kesalahan. Kesalahan Anggrek tak luput dari kegagalan orang tua juga dalam membimbing putrinya.

Usia pernikahan telah berjalan sekitar lima hari. Suami Anggrek masih berada di rumahnya dan masih tetap sendiri. Sanak keluarganya ataupun temannya belum ada yang hadir ke pernikahan tersebut. Akan tetapi telepon suaminya berdering terus. Suami selalu mengangkatnya di luar rumah dengan muka yang masam.
Hingga pada suatu malam, datanglah prahara sebagaimana di sebuah sinetron. Sekitar pukul sepuluh malam, pintu diketuk. Bapak Anggrek membukakan pintu, ternyata seorang lelaki bersama seorang wanita dan anak kecil. Sang tamu menanyakan keberadaan lelaki dengan identitas yang disebutkannya. Benarlah apa dan siapa yang dimaksud adalah menantunya sendiri. Diketuknya pintu kamar anak dan menantunya. Bapak Anggrek memberitahu kalau ada tamu yang mencari suami Anggrek. Keluarlah menantu dengan tergopoh-gopoh.

Sampai di depan pintu, Lelaki tersebut mendapat sambutan dari tamunya dengan beberapa pukulan di wajah. Sambil berkata-kata yang tak pantas, tamu yang ternyata adiknya tersebut terus memukuli kakaknya yang telah menikahi Anggrek. Wanita dan anak kecil di belakangnya adalah istri dan anaknya. Mereka mengata-ngatai Lelaki tersebut dengan berbagai umpatan.

Terakhir muncullah ibu Lelaki dari dalam mobil. Si ibu berkata, “Kamu pilih gadis kencur itu atau pulang ke istrimu. Jika memilih gadis kencur tak tahu diri ini berarti kamu kehilangan segala fasilitas yang kamu miliki. Kamu hanya membawa pakaian yang kamu kenakan ini saja. Dan kamu dianggap telah keluar dari keluarga. Juga perusahaan yang telah kamu pegang diambil alih oleh istri dan adikmu.” Ibunya juga mengatakan kalau ternyata lelaki tersebut punya banyak istri simpanan.

Lelaki hanya diam saja. Anggrek yang menangis tak luput dari kemarahan istri lelaki tersebut. Sementara bapak dan ibunya menyaksikan kejadian tersebut dengan lemas. Juga tetangga yang menyaksikan hanya mengintip di balik tirai jendela masing-masing. Puas melampiaskan kemarahan, keluarga Lelaki pulang dengan tanpa pamit. 

Keesokan harinya Lelaki berpamitan pulang ke keluarganya dengan alasan akan mengurusi semuanya. Dia tak mungkin meninggalkan Anggrek. Katanya dia sangat menyintai keluarga barunya. Meskipun sederhana dia cukup nyaman tinggal di rumah orang tua Anggrek. Suaminya berjanji nanti Anggrek akan diboyong ke rumah barunya tanpa harus diganggu istri dan keluarganya. Lelaki mengatakan akan mengurusi perusahaan keluarganya yang sudah beberapa hari ditinggalkannya.

Cukup lama dalam penantian. Anggrek yang hamil tua seharusnya bisa bermanja-manja dengan suaminya. Saat pergi ke dokter untuk periksa, saat berbelanja membeli popok, dan keperluan lainnya yang seharusnya ditemani oleh suami tercinta, terpaksa sang bapak lah yang menjadi penggantinya. Sementara ibunya telanjur jengkel dengan keadaan yang seperti ini.

Hingga lahirlah si jabang bayi yang lucu. Suaminya tetap tak menampakkan diri. Telepon genggamnya tak bisa dihubungi lagi, sementara di mana rumahnya juga tak ada yang tahu. Semua keperluan hanya bapaknya yang mengurusi. Sampai-sampai dalam pembuatan akte kelahiran pun kesulitan. Akhirnya diputuskanlah pemalsuan di dalam akte kelahiran tersebut. Dengan terpaksa, si jabang bayi dianggap anak oleh kakeknya. Yach… nama orang tua si jabang bayi tersebut adalah nama kakek dan neneknya.

Sekarang si jabang bayi telah berumur beberapa bulan. Anggrek tinggal memetik hikmahnya. Hikmah dari segala nasihat orang tua maupun saudara-saudaranya yang tak digubrisnya. Suami yang saat itu masih menjadi kekasihnya dianggap sebagai teman yang dewasa, pengertian, bisa membimbing, mencukupi, dan mengayomi sekarang dia cukup menganggapnya sebagai “pengecut”.

Cukuplah sudah, apa yang dialami oleh Anggrek. Tak perlu dialami oleh gadis-gadis lain. Bekal ilmu, iman, dan pengawasan yang tiada henti tetap menjadi prioritas untuk anak-anak yang beranjak dewasa.
                                                                                                            24 Februari 2013

Sabtu, 23 Februari 2013

Pemimpin yang Jujur Berawal dari Anak yang Jujur



Pagi itu aku bersandar di pagar lantai dua depan kelas. Aku mematung di situ karena rupanya petugas piket terlambat datang. Sehingga sewaktu aku masuk kelas, petugas piket pun aku perintahkan untuk menyapu lantai kelas. Hal ini untuk mendisiplinkan siswa yang terlambat. Juga untuk membiasakan menjaga kebersihan kelas. Bagaimana bisa berpikir jernih kalau kelas dalam kondisi yang kotor? Selain itu juga sebagai bentuk pertanggungjawaban piket untuk melaksanakan tugasnya.
Terpaksa aku bersandar di pagar karena di dalam kelas penuh debu. Aku paling alergi dengan debu. Ke mana-mana harus menutup hidung jika suasana berdebu. Aku bisa langsung bersin-bersin jika udara terkontaminasi debu. Bolehlah… kalau terpaksa ada yang mengatakan kalau aku “kemayu”, tidak mau kena debu. Tapi itulah faktanya, aku memang bisa batuk dan pilek jika terkena debu. Syukurlah saat ini bukan lagi zaman kapur tetapi menggunakan media white board beserta spidolnya.
Mematung di situ sambil mengawasi petugas piket menyelesaikan pekerjaannya. Kudengar dari bawah ada yang berkata, “Bu, ini kekurangannya. Anak saya tadi membawa uang seribu tapi kok bawa dua kue”. Kuperhatikan arah suara, ternyata wali murid play group sedang memberikan uang kepada  pemilik kantin sekolah.
Perlu diketahui bahwa tempat aku mengajar ialah sebuah yayasan yang terdiri atas beberapa lembaga, dimulai dari play group, TK, MTs., MA, dan, SMK. Semua lembaga berkumpul dalam kompleks yayasan. Yaitu sebuah yayasan yang mengelola pendidikan berciri agama Islam.
Kuperhatikan lagi perbincangan mereka.
Kata pemilik kantin, “O… terima kasih, Bu! Saya sebenarnya tahu kalau putra Ibu membawa dua kue, tapi saya biarkan saja. Namanya juga anak kecil.”
Wali murid, “Tapi perlu dikasi tahu lo, Bu… nanti keterusan”
Pemilik kantin, “Baiklah, Bu… demi mendidik anak-anak ya…”
Dan seterusnya, aku mengamati pembicaraan tersebut hingga petugas piket selesai menyapu lantai kelas beserta terasnya.  Aku pun masuk kelas sambil berpikir, “Alhamdulillah, masih ada orang yang jujur di dunia ini.”
Kejujuran bisa dimulai dari hal-hal yang kecil. Termasuk  wali murid play group di atas. Dari uang seribu rupiah yang termasuk kecil ini, dia bisa mengembalikan kejujuran. Padahal bagi penjual, jika hal tersebut tidak dilakukan juga tak masalah.
Orang tua memang perlu menanamkan kejujuran tidak hanya masalah keuangan. Tapi berbagai hal. Jujur dalam perkataan, perbuataan, maupun bersikap. Karena apa pun yang tersembunyi akan dapat dilihat olehNya. Berawal dari takut melakukan ketidakjujuran karena ada yang melihat, lama-lama akan menjadi kebiasaan anak untuk melakukan kejujuran.
Bisa dicontohkan adanya kantin kejujuran pada suatu sekolah. Proyek ini memang berawal untuk medapatkan kerugian besar. Karena dari sekian banyak siswa yang berlatar belakang sosial serba kompleks membentuk kepribadian yang kompleks juga. Sehingga dengan adanya kantin kejujuran merupakan tantangan tersendiri bagi oknum-oknum siswa yang memanfaatkannya. Memanfaatkan dalam hal tidak baik, yaitu mengambil kue tanpa bayar. Toh tak ada yang melihat.
Hal ini bisa menjadi  proyek garapan para pengurus sekolah untuk mengadakan training maupun siraman rohani tersendiri untuk memberantas sikap yang tidak terpuji. Menanamkan kejujuran untuk diri sendiri, orang lain, bahkan kepada Sang Pencipta.
Baik dan buruknya anak kelak memang bergantung pada bagaimana orang tua maupun guru memberikan bekal ilmunya kepada mereka. Jika dari kecil anak telah terbiasa bersikap jujur, maka kelak setelah dewasa juga akan terbiasa bersikap jujur. Jujur terhadap diri sendiri, lingkungan, maupun pada tuhannya. Kalaupun anak nantinya menjadi seorang pemimpin, juga akan menjadi pemimpin yang takut melakukan perbuatan dosa.
                                                                                                Kediri, 23 Februari 2013

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...