Selasa, 29 April 2014

Guru Bantu Juga Wajib Ikut Tes CPNS

JAKARTA – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Azwar Abubakar menegaskan agar guru bantu, baik di sekolah negeri maupun swasta dapat mengikuti tes bila ingin diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS).
 
Selain itu, kewenangan pengangkatan CPNS ada pada pemerintah daerah masing-masing, bukan di Kementerian PANRB. “Kita sepakat mengadakan testing untuk mendapatkan guru yang berkualitas. Insyallah dua sampai tiga tahun lagi pasti selesai,” ujar Menteri PANRB ketika menerima 750 guru bantu, yang bergabung dalam Forum Komunikasi Guru Bantu Indonesia (FKGBI) Provinsi DKI Jakarta, Selasa (29/04).
Dikatakan, para guru bantu harus bertindak dan berpikir secara rasional dengan tidak mendesak untuk minta diangkat semua menjadi CPNS. Sebab yang menentukan bukan Kementerian PANRB, melainkan Pemerintah DKI Jakarta yang berwenang. “Semua akan diproses sesuai kebutuhan pemerintah dan daya bayar,” ungkapnya.


copas: (bby/HUMAS MENPANRB)

Senin, 28 April 2014

Antologi PuJa XVIII ---SAMSUDIN ADLAWI---



Lahir di Banyuwagi 07 April 1970. Wartawan Jawa Pos. Puisi dan esainya dimuat di sejumlah media cetak. Buku puisinya yang sudah terbit Jaran Goyang (2009) dan Haiku Sunrise of Java (2011). Pintu silaturahim: udi@jawapos.co.id.
                                                                                                                        Jawa Pos, 01 April 2012
Tiga Ikat Puisi untuk Murtidjono

Halaman Tak Terbatas
Bunga yang indah
Merbak kan aroma
Akan sia-sia belaka
Di vas yang salah

Tapi tidak
Di tanganmu

Bunga tak pernah layu
Merekah sepanjang waktu
malah selalu

Kau bukan sekedar pot
Kau halaman tak terbatas
Surga keindahan meretas
                        27(III)2012

Kitab Kebudayaan
Goresan kuasmu tak pernah
Benar-benar jadi lukisan

Goresan kuasmu tak pernah
Benar-benar menjelma puisi

Rajutan kisahmu tak pernah
Benar-benar jadi bangunan novel

-Bahkan cerita pendek saja tak sampai

Tapi, kamu adalah buku
Tempat lukisan, puisi, novel
Menimbuni bilik-bilik halamanmu
                        15(III)2012

Lampu
Menerangi dunia
Tidak harus jadi lampu

Setitik cahaya saja
Sudah cukup, bagimu

Kamu adalah lilin
Laron-laron menari

Bernyanyi dan berpuisi
Nikmati hangat cahayamu
                        20(III)2012

Setingkas Puisi untuk Chairil
Duhai
binatang jalang

Seribu tahun berlalu
Jasadmu sudah mengabu

Tapi tidak dengan semangatmu
Masih menyala-nyala dalam ini kalbu

Tapi tidak dengan puisimu
Masih ngiang-ngiang di gendang telinga
                        30(III)2012

Hatiku Angan
Pagi sudah menjelang
Hujan tak
Kunjung pulang

Dingin mulai menyerang
Burung enggan
Tinggalkan sarang

Dalam angan
Ia menggambar
Kenyang
                        12(II)2012

Haiku Hujan
Hujan berguguran
Tanah merekah merekat
Bunga bermekaran
                        24(I)2012

Haiku Naung
Ketika guna
Menghujam
Tanah lapang

Apa guna
Tempat berteduh
Dicari

Menganyam
Lembaran hujan
Sejatilah naungan
                        11(I)2012

Sirep
dur tidurlah dunia seisinya
kutidurkan di semilir angin malam
kubungus sehelai kain sepi
sunyi menggelayut hati
hidup nestapa tidak di mimpi

pi mimpi bangunkan lembaran malam
duduk sendirian tanpa teman
menumpuk janji tak terbayarkan
segera lunasi sebelum mati
yang datangnya selalu pasti
                        17(I)2012

Mengalir
untuk apa mengunyah
kalau gigi tak terasah

untuk apa merasa
kalau hati mati rasa

selalukan hati bersih
kalau ingin hidup sejati
                        12(I)2012

Rabu, 23 April 2014

Antologi PuJa XVII "IQBAL AWAL"



Iqbal Awal pernah bergiat di Komunitas Kembang Merak, Jogjakarta. Berhenti sementara karena melakukan penelitian di Sukabumi untuk penyusunan skripsi bertema sejarah kuliner, sejarah mocha; relevansi kemunculannya dengan huru-hara tahun enam puluhan hingga akhirnya diklaim sebagai makanan asli warga kota. Sedang menyiapkan buku cerpen berjudul Noni di Tiga Sesi.
                                                                                                Jawa Pos, 25 Maret 2012
 … di waktu

1959
tak akan takut
ia kalungkan saja maut lalu mencatut
raut raut tersudut yang kalut yang semrawut karena
waktu

tak perlu restu
ia tusukkan saja paku lalu memalu
hulu hulu beku yang jemu yang palsu karena
waktu

tak pernah pamit
ia acungkan saja sabit lalu menguntit
hingga birit orang orang sipit terbirit birit

1963
Ia waktu
Yang memangkas culas memeras rupa-rupa malas
Ia waktu
Yang menebas ganas menggilas rupa-rupa culas

1964
rona-rona memelas di teras, bermata kering berkulit kuning
harapkan belas untuk bernapas, di antara sumpit dan karung beras

Si Bulat Mini
kami mochi si bulat mini
berkalung nasib yang sudah musti;

diadili untuk mati di tangan gigi dan gusi

namun, taukah kalian sebelum kami menjadi
seperti mani, kami pun melewati mati suri;

kami mewujud, mengerak dari keringat pangkal lengan
yang telampau kurus
kami membulat, mengenyal kumal oleh remasan penuh
daya yang terlampau keras
kami merapat, berdesak sesak di kubus berbahan bambu dari alas yang mulai meranggas

lalu,
napas-napas membuat kami basi
menyusut keriput merengut kusut

lalu kami, membatu
lalu batu, mewaktu
lalu waktu, menyapu

kami,
berserak di kandang kandang ternak
bersama dedak sapi dan babi

kami mocha, si bulat mini

Kun Fayakun
muncullah aku, memergok kerancuan di padang huru-hara
di tepi jurang dendam yang teramat dalam aku mewujud, mengoyak
ketimpangan sudut pandang yang belum tertafsir, belum terkaji
ketika nurani mati di kelamnya hati

Melankoli Dengki
rapat,
melekat bagai baut yang merekat
pada besi tua berkarat;
 ia dan dia masa itu

sementara kita,
hanya mampu memandang
tanpa mampu mengangkat rupa;
tertunduk pun tiada bisa

kita rasa pengap,
menyergap asa
yang terlampau banyak berharap
dan mereka; ia dan dia
adalah semesta warna sejagat harga
kita,
lagi lagi kita; kau dan aku
terjerembap dengan mata sembab
terjebak di antara serak serak
hasrat yang mengerak;

di benak
                                    Oktober, 2011

Rujuk Kembali



Ini raga tak kunjung rebah
Mata menggantung bagai lebah
Slalu terjaga tak kenal waktu
Saat ke sekian kali kau bercerai dariku
Sementara…
Berbelas tahun kau ada dalam hidupku
---
Tega nian kau slalu ulangi
Kau permainkanku demi ilusi
Miris ku dalam penantian tak pasti
Hingga tertepislah segala ingin di hati
---
Kini kau datang membawa sayang
Tembangkan kidung cinta melayang
Hapuskan gundah gelisah nan resah
Mekarkan  bunga asmara merekah
---
Kan kujaga selalu
Kuselipkan di relung kalbu
Biarkan semua orang tahu
Antara  kau dan aku satu
                
Minggiran, 22 April 2014

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...