Jumat, 31 Mei 2013

Pengawas Galak, Guru Tergelak




Setelah hampir dua puluh tahun saya mengajar di bawah payung Kementerian Agama Republik Indonesia (madrasah), maka tahun terakhir ini saya juga merangkap mengajar di sebuah sekolah menengah atas di bawah asuhan Kementerian Pendidikan Nasional. Selain pengalaman mengajar, ternyata saya juga mendapatkan beberapa pengalaman unik dan menarik dari kedua departemen ini.

Dalam dunia sekolah tidak lepas dari seorang pengawas. Baik pengawas sekolah maupun pengawas madrasah. Namun tidak semua pengawas tersebut betul-betul bekerja secara profesional.  Tugas pengawas sekolah atau madrasah adalah membina bagaimana caranya agar sekolah-sekolah di bawah asuhannya menjadi baik dan berkualitas. Pembinaan demi pembinaan idealnya diberikan oleh pengawas secara berkala hingga kinerja guru asuhannya mencapai maksimal.

Selama menjadi guru (swasta), tercatat dalam memori saya bahwa ternyata karakter seorang pengawas berbeda-beda, misalnya:

1.      Sekitar tahun 90-an, pengawas madrasah saya suka mencari-cari kesalahan. Jika pada pertemuan berikutnya, kami baik guru maupun pengurus madrasah memperbaiki apa yang disarankan waktu lalu, maka beliau mencari kesalahan lain yang sebenarnya hanya masalah kecil. Beliau jarang tersenyum tetapi beliau rajin datang ke madrasah sehingga pihak madrasah saya pun rajin menyiapkan amplop untuk beliau per datang.

2.      Tahun 2000-an pengawas tersebut pensiun, diganti seorang pengawas yang rajin menyampaikan pembinaan ke madrasah juga. Namun beliau lebih realistis dan bijksana dari pada yang sebelumnya. Sayang sekali para guru jarang mendapatkan bimbingan langsung dari beliau, seperti halnya pengawas nomor 1 di atas. Pembinaan hanya disampaikan melalui Kepala Madrasah. Masalah amplop masih sama, meskipun tidak sesering yang pertama.

3.      Sebelum tahun 2010, pengawas yang satu ini unik. Tidak pernah datang ke madrasah untuk mengadakan pembinaan. Siapapun yang hendak minta tanda tangan harus janjian bertemu di kantor Kemenag ataupun di rumah beliau. Sehingga harus siap dengan amplopnya masing-masing. Pernah saya dan teman-teman minta tanda tangan untuk pemberkasan pencairan Tunjangan Profesi. Saat itu hujan sangat deras, kami satu mobil meluncur ke rumah beliau yang cukup jauh dengan membawa bendelan-bendelan perangkat mengajar kami masing-masing. Mulai silabus, RPP, Prota, Promes, dan lain-lain selama 4 semester. Bisa dibayangkan, betapa banyak bawaan kami.

Sekitar pukul empat sore kami tiba di rumah beliau yang cukup bagus. Halaman luas, ada masjid dan madrasah di lingkungan rumah tersebut. Di situ sudah menunggu guru-guru dari madrasah lain dengan keperluan yang sama. Mereka malah naik sepeda motor, kehujanan, dengan membawa perangkat mengajar juga. Lumayan lama menunggu di luar dengan kedinginan. Isteri pengawas mempersilakan kami masuk ke ruang tamu. Akhirnya satu per satu dipanggil masuk ke ruang dalam. Saya menyiapkan perangkat mengajar untuk diperiksa kelengkapan dan kebenaran cara saya membuat perangkat.

Bismillah… pikir saya semoga apa yang telah saya kerjakan tidak banyak yang salah sehingga mendapat tanda tangan beliau. DEMI PENCAIRAN TUNJANGAN. Sampai di dalam, beliau membaca daftar nama kami dan meyakinkan kebenaran nama saya. Saya jawab “betul” maka lembaran SKMT (Surat Keterangan Melaksanakan Tugas) dan amplop yang sudah saya sediakan di bawahnya saya sodorkan. Langsung ditandatangani dan amplop diambil. Saya masih diam di situ, meskipun beliau mengatakan sudah selesai. Loh, dua tas besar berisi perangkat ini? … Masya Allah, tidak disentuh dan ditanyakan sama sekali. Bahasa daerah saya mengatakan “GUUELLAA TENAN!” alias sangat kecewa. Ternyata begitu mudahnya minta tanda tangan asal ada amplop di bawahnya.

Tetapi beberapa teman saya justru bergembira dengan sistem seperti ini, karena mereka memang tidak siap untuk dikoreksi. Terutama masalah perangkat mengajarnya. Mereka kurang percaya diri dengan apa yang mereka kerjakan. Ya sudahlah, yang penting tunjangan bisa cair.

Beberapa bulan kemudian, bukannya beliau yang datang untuk mnegadakan pembinaan, tetapi beliau justru menyampaikan undangan. Undangan mau menikahkan puterinya. Nama-nama yang diundang adalah Kepala Madrasah dan guru-guru yang pernah minta tanda tangan kepada beliau. Kami pun sepakat untuk “mengamplop” sebesar kami memberikan amplop pada beliau sewaktu minta tanda tangan. (demi kelancaran pencairan tunjangan semester depan). Haduh… untung beliau dipindahtugaskan ke daerah lain sehingga kami tidak bertemu lagi dengan beliau.

4.      Yang terakhir ini, seorang yang disiplin. Rajin mengadakan pertemuan dan membina guru-guru minimal sekali dalam satu semester. Beliau on time, sangat sederhana, suka bersepeda motor, menguasai materi dan teknologi. Sehingga dalam menyampaikan pembinaan langsung mengenai sasaran. Jika ada yang kurang, beliau mau mengoreksi kembali terhadap pembetulannya dengan sabar. Masalah amplop sebenarnya beliau tidak mau tetapi sebagai tradisi, madrasah kami tetap menyampaikannya demi rasa terima kasih kami kepada beliau karena banyak memberikan pembinaan.

5.      Sedangkan pengawas saya yang dari Kemendiknas, berbeda lagi. Beliau pintar, tegas, tidak mau menerima amplop karena memang tujuannya bukan untuk mencari amplop. Saya baru sekali mengikuti pembinaan beliau karena saya memang “baru” di sini. Untuk keefektivan, pengawas minta beberapa sekolah bergabung menjadi satu. Nah, di sinilah saya baru tahu bahwa beliau lekas naik darah. Memang beliau mengatakan bahwa kami para guru dianggap sebagai murid atau anak-anak. Sehingga beliau berhak memarahi kami. Jika dalam “pembinaan bersama” ada yang menguap, bergurau, banyak bergerak, diam jika ditanya, ataupun salah menjawab, maka tidak segan-segan beliau menegur dengan keras. Bahkan beliau mengatakan bahwa guru-guru dalam binaannya ini belum ada yang profesional. Mungkin hal ini diketahui dengan isian data PK (Penilaian Kepribadian) tahun lalu. Galak juga ya… hingga menimbulkan bermacam reaksi para guru. Ada yang takut, benci, acuh, bahkan dianggap lelucon.
Semoga saya bisa mengikuti pembinaan beliau ini ah! Karena saya memang belum pernah mengisi balngko PK tersebut.

Bermacam karakter pengawas tersebut mungkin juga terjadi di daerah lain. Yang saya tahu seorang pengawas memang bertugas membina guru-guru dan para petugas madrasah/sekolah. Masalah amplop sebenarnya juga bukan kesalahan para pengawas tersebut. Madrasah kami dan beberapa madrasah di sekitar kami memang telah menradisikan hal tersebut. Anggap saja sebagai ganti jerih payahnya selama membina atau sebagai ganti transpor ke madrasah kami.

 Meskipun hanya sebagai guru swasta baik di madrasah atapun di sekolah, saya tetap berkewajiban untuk bisa menjadi seorang guru yang baik. Karena mempunyai tanggung jawab dan menjadi teladan pada anak didik. Sehingga apapun dan bagaimanapun karakternya, pengawas juga tetap menjadi panutan para guru untuk menjadi “guru yang lebih baik.”

1 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...