HAZ ALGEBRA
Tinggal
di Manado. Bergiat di Komunitas Bibir Pena. Komunitas WalekofiESA, Komunitas
Dialog Peradaban L’Nous (Philosophy, Art
& Science), Komunitas ArtCtext, dan Paradokstra (Paralelan Dokter
Sastra). Karya-karyanya telah dimuat di berbagai bulletin, jurnal, dan Koran,
serta telah dibukukan dalam beberapa antologi bersama.
Jawa Pos, 19 Februari 2012
DALANG DAN W/AYANG-W/AYANGNYA
Hukum
Dalang:
Wayang akan tetap diam jika tak
ada dalang yang menggerakkan!
Lalu para
wayang itu masuk ke dalam biliknya
Jemari
lentik di ujung selendang; menari sesaat dan lunglai di lantai
Mereka dipaksa menari, mereka tak mengerti
Dalang
terus melantunkan kidung bagi wayang-wayangnya.
Malam
itu , Dalang sedang sakit tapi pertunjukan tak bisa dibatalkan.
Di
balik bilik jeda, semua wayang mulai membaca skenario dan menghapal dialog
masing-masing.
Dedes –
tokoh figuran dalam pertunjukan ini tiba-tiba berdiri di depan sana
Lengannya
menggenggam belati dan mengacungkannya pada seuatu di hadapannya
Dari
sudut sebelah sana Arjuna melepaskan anak panah ke arah Dalang
Manik-manik
menitik, melayang jatuh menimpa lantai menciptakan ketegangan jam dinding
Dalang
tersungkur; tergeletak pasrah dengan anak panah menancap di dadanya.
Cahaya
merah lantas menyala!
Shinta
pun keluar dari biliknya dan dikibaskannya sampur
Sepercik
memori kembali melayang pada episode angkara di ujung malam
Saat-saat
ketika Dalang mengeluarkan wayang-wayangnya dari lemari
Dengan
wajah merona; membaringkannya di ranjang dan gemetar melepas pakaian
Lalu
berkata: Malam ini giliran kamu tidur
denganku, Shinta!
Murka!
Telah
ia lipat referensi itu; gairah perempuan pada gemulai
Telah ditariknya
belati tumpul dari sarungnya
Ketika
cahaya seperti petir menyalak di kegelapan pentas
Dedes
dan Shinta telah sepakat satu kata:
ti…………kam……….
ti…….kam……….
t…….i……..k……..a…….m
ti….kam……
tikam tikam tikam
tikam tikam tikam tikam
tikam tikam tikam
tikam tikam tikam tikam
tikam tikam tikam
tikam tikam tikam tikam
tikam tikam tikam
tikam tikam tikam tikam
tikam tikam tikam
tikam tikam tikam tikam
Pertunjukan
usai.
Wayang-wayang
membereskan tubuh Dalang ke dalam lemari.
Kota M, 2011
Aku Tak Peduli tentang Kapan,
dengan Siapa, Seberapa Sering, dan Bagaimana Gaya Kamu Berhubungan Seks!
Ya, aku
tak peduli seberapa banyak lelaki yang telah bersumpah di depanmu bahwa dirinya
bukan Don Juan. Aku tak peduli seberapa banyak lelaki yang telah memuji keteranganmu
sebagai Marsinah. Aku tak peduli seberapa banyak lelaki yang telah mengancam
memenjarakanmu sebagai Zarima. Dan aku tak peduli seberapa banyak lelaki yang
telah merangkak memahkotaimu sebagai Cleopatra.
Aku tak
peduli. Tak pernah peduli. Sebab tak pernah kurebut engkau dari dirimu.
Aku
hanya peduli pada sebuah “Ya!” atas
satu pertanyaan yang menuntut sebuah “Ya!”
Dan itu
tak pernah terlalu singkat buatku. Seperti saran bisumu padaku:
“Tak perlu banyak aksara.”
Ah,
kata-kata itu tentu berharga. Setidaknya mirip cinta yang kau sajikan.
Sedikit
kurang, banyak tak sisa. Siap melesat ke segala penjuru.
Kita
tak pernah mengikat senyum sayang tapi saling menyapa dalam pesta kunang-kunang
Ya,
setiap lekuk tubuhmu adalah lintas lahar di jurang magma
segalanya
sempurna.
Kalau
begitu sebaiknya aku berberes-beres seperti dikata orang dengan bagusnya.
Semoga
hujan memberi kabar segera.
Dan
kita beranjak membersihkan cinta.
NB:
Kamu pencet tombol “Top.” Di lift
pencet 21, lalu naik ke lantai atas. Di situ cuma ada satu pintu. Ia terbuka
sedikit. Kemudian belok kiri ke arah kamar, ikuti suara musik. Aku nyaris tak
sabar menunggumu.
Kota M, 2011
PELACUR TULISAN
Pada
sebuah mesin tik-romantika.
Dia
merangkai aksara demi aksara yang dibuatnya bicara
-untuk
berbicara.
Arogan,
manja, jenaka, wibawa, perkasa, dan segala menjadi referensi untuk menghidupkan
tulisannya.
Karena
penulis itu-hanya menulis-menulis hanya tentang kau-kau laki-laki yang diam dan
tak bisa dilabuhi tubuhnya.
“Kemarilah, keluarlah ari jeruji
spasi dan kata-kata.”
“Mari temani aku menulis agar
tulisanku bukan lagi tafsiran hampa.”
Di
antara degup darahnya. Ajakan itu selalu menjadi tepi sungai imajinasinya.
Dan di
antara jendela takdir yang belum terbuka. Dia selalu berbisik pada tulisannya:
“Kenalkan, aku perempuan.
Kesepian.”
Kota M, 2011
TITIK JENUH BULAN
Seorang
lelaki yang menunggu. Menggantungkan cintanya pada waktu. Alah diriku, yang
berserah penuh entah ragu. Malam itu aku masih sama dengan malam-malam kemarin
dan yang lalu-lalu.
Judulnya
juga sama. Hanya sedikit berbeda pada penempatan karakter dan prolog yang
sedikit panjang.
“Berjuta detik kuhitung. Kapankah
jumpa? Beribu aksara kueja. Namamu jua yang tercipta.” Aku berpuisi dalam temaram.
Rinduku
tersudut di ujung redup bulan, perlahan berkarat lalu terpendar di sudut-sudut
ruang gelap dunia maya. Angin, malam, bercanda alam diam, menertawakan waktu
yang pelupa. Berulang kali pula aku mengirim pesan, namun tiada tersampaikan.
Tuhan
berujar: “Akan kuberi terang setelah
tangis menyeruak dari kedalaman malam.”
Aku
berucap: “Akan kukotori malam. Dengan
dendam.”
Malam
meluruh. Rindu yang jatuh.
Epilog:
Suatu
malam di titik jenuh bulan, Adam terus menatap langit. Merindukan Hawa yang tak
kunjung turun ke bumi. Tersangkut di pohon surga, di langit prosa.
Kota
M, 2011
Wah bahasanya indah mbak...
BalasHapus