Kamis, 30 Agustus 2012

Cerpen Anak


Cerpen Anak
KALAU BOLEH MEMILIH
(Luluk Nur R.)
“Adik-Adik, dengan terpaksa Pinru dan Wapinru, hari ini juga harus keluar dari anggota! Bla… bla… bla….” Ucap kakak pembina. Seketika pucat wajahku dan tangisan seluruh anggota Pramuka Siagaku seakan tidak bisa berhenti. Kupeluk teman-temanku. “Aku pulang dulu ya…”, aku berpamitan kepada teman-temanku yang masih menunggu jemputan orang tua masing-masing. Teman-teman, baik tim olimpiade maupun anggota Pramuka berpesan: “Jangan menangis ya, Bil...”  Semoga besok ada jalan keluar.
Di perjalanan mamaku menanyakan kegiatan yang kuikuti hari itu. Ya…hari Jumat biasanya aku berlatih Pramuka. Namun beberapa minggu ini ada perubahan jadwal pembinaan olimpiade, yang sebelumnya diadakan hari Rabu menjadi bersamaan dengan jadwal Pramuka. Hal ini membuat anggota Pramuka yang juga masuk dalam tim olimpiade menjadi bingung. Kami berpikir bahwa dua kegiatan itu sama-sama penting. Makanya hari Jumat itu kami masuk pembinaan olimpiade.
Aku menjawab pertanyaan mama hampir tak bersuara: “Nabila sekarang bukan anak Pramuka lagi, Ma.”
“Lo… kenapa?”, tanya mama.
“Ini, Ma… Kakak Pembina meminta anggota Pramuka yang merangkap tim olimpiade supaya mengundurkan diri”, kataku dengan suara parau karena menahan tangis. “Nabil kan masih kelas lima, Ma. Seharusnya masih ada kesempatan, minimal satu semester ini… saja. Nabil belum siap mental. Meskipun capai, Nabil nyaman kok bersama teman-teman Pramuka. Ini namanya pemecatan! Ma”, tangisku meledak.
“Sabar ya, Nak. Mungkin ini salah paham saja. Memang, mungkin ada benarnya. Olimpiade Bahasa Inggrismu waktu lalu jatuh. Sehingga sekolah menyalahkan Pramukamu. Tapi baiklah, nanti kita bicarakan di rumah”, mama menghiburku.
Sore itu aku tidak segera mengambil piring untuk makan tambahan seperti biasanya.  Aku menutup diri di kamar sambil menangis. Kupandangi foto-foto lomba kepramukaan yang kuikuti di mana-mana. Lumayan banyak prestasi yang kami peroleh. Ini berkat kegigihan Kakak Pembina yang begitu tulus dalam membina kelompok Pramuka sekolahku, yaitu SD Anugerah. Tak heran banyak sekolah-sekolah lain mengenal tentang “SD Anugerah” karena kehandalan Pramukanya.
Kejadian demi kejadian waktu lomba tingkat kabupaten maupun propinsi terlintas di pikiranku. Ada kejadian, tengah malam aku menjerit-jerit ketakutan karena di kepalaku ada sesuatu yang melingkar. Lunak sebesar ibu jari kaki. Kukibas-kibaskan dengan tangan tak jua mau pergi. Akhirnya teman-temanku mengambil senter untuk melihat, binatang apa yang sebenarnya menggangguku.
“Ha… ha… ha…Nabil… Nabil…”, teman-temanku tertawa terbahak-bahak karena yang ada di kepalaku ternyata tali rambut milik Aura, teman di sebelahku. Aku tersenyum ingat kejadian itu.  Juga teringat waktu masak nasi di bawah pohon, ehhh ada ulat yang terjatuh dalam adonan nasi. Untuk yang ini, rahasia deh… hanya aku dan Oci yang tahu. Untung teman-teman masih ada kegiatan. Kalau tahu,  waduuuh dijamin tak ada yang mau makan. Aku jadi geli sendiri. Lalu kubuka laptop yang berisi gambar-gambar maupun video lomba-lomba Pramuka, termasuk waktu aku menerima piala dari panitia.
Piala demi piala kuamati satu per satu, namun ucapan kakak pembina tadi mengganggu pikiranku lagi, kembali air mataku tumpah. “Akankah kegiatanku bersama teman-teman berakhir begini saja… mendadak lagi! Aku belum siap dengan keputusan ini”. Baru saja kami menggondol piala, meskipun hanya juara ketiga tingkat propinsi. Tapi aku sudah bertekad dan berjanji, bahwa aku dan teman-teman akan berjuang untuk meraih juara pertama. Semboyan-semboyan kepramukaan kupajang berderet-deret di kamarku, demi penyemangat belajar dan kejayaan Pramuka SD Anugerah.
Tok! Tok! Tok! Mama masuk ke kamar: “Sholat dulu, Nabila… asyarnya sudah hampir habis nih. Berdoalah! minta petunjuk pada Allah agar diberi ketenangan. Nanti mama akan menghubungi kakak pembina untuk konfirmasi. Oke, Cantik… senyum dulu dong!”
Sambil menunggu aku mandi dan sholat, ternyata mama mengirim pesan pendek  ke kakak pembina Pramuka untuk menanyakan kebenaran berita. Langsung dijawab oleh kakak pembina bahwa sepulang dari suatu urusan nanti, kakak pembina akan datang ke rumah untuk penjelasan lebih lanjut.
Akhirnya kakak pembina datang untuk meluruskan permasalahan. “Begini, Bu… sebenarnya berat saya mengungkapkannya. Akhir-akhir ini prestasi  tim olimpiade menurun, setiap mengikuti olimpiade belum bisa membawa hasil yang memuaskan. Apalagi pelaksanaannya bersamaan dengan lomba-lomba Pramuka. Dua kegiatan ini sama-sama  memerlukan waktu ekstra untuk pembinaan. Kebetulan putri Ibu salah satu siswa yang merangkap kegiatan tersebut. Jadi, waktu pembinaan olimpiade dia sering tidak datang karena mengikuti latihan Pramuka. Inilah permasalahannya, sehingga kepala sekolah  meminta anak-anak untuk memilih salah satu kegiatan tersebut.” Kakak pembina menjelaskan duduk perkaranya.
Sambil mendengarkan pembicaraan mama dan kakak pembina dari kamar, entah sudah berapa ratus kukirim SMS curhat ke teman-teman maupun kakak-kakak alumni Pramuka. Ada yang simpati, tetapi juga ada yang provokasi untuk memberontak ke sekolah. Yang jelas semua menyayangkan dan memotivasi aku untuk tetap sabar dan tegar.   
Spontan aku menghambur menemui kakak pembina, papa, dan mama di ruang tamu. “Tapi, Kak, saya kan belum bisa membawa kejuaraan untuk olimpiade Bahasa Inggris. Saya akan ikut Pramuka saja sampai habis masa bakti pada kelas enam nanti. Ini tidak adil, Kak. Keputusan ini terlalu mendadak”, selorohku agak emosional.
“Nabil.., dalam waktu dekat ini kan ada olimpiade lagi. Kamu dan teman-teman tim olimpiade sebaiknya fokus belajar untuk bidang studi masing-masing. Kamu belajar soal-soal Bahasa Inggris, Dani belajar IPA, sedangkan Yuna belajar Matematika. Kalau sudah selesai olimpiade dan kita tahu hasilnya, baru kita musyawarah lagi bersama bapak kepala sekolah”, kakak pembina menjelaskan.
Masih dengan penyesalan, aku menyetujui apa yang disampaikan oleh kakak pembina. Lama kami membahas masalah ini, apalagi papa ikut nimbrung. Juga kakakku yang alumni Pramuka SD Anugerah. Kami sekeluarga yang pecinta Pramuka mendukung bagaimana keputusan yang terbaik untuk kemajuan Pramuka.
Sepulang kakak pembina, aku tidak bisa belajar dengan tenang. Masih tersisa kegelisahan, aku berdoa pada Allah agar kakak pembina dan bapak kepala sekolah mencabut keputusan ini. Dulu aku dipaksa-paksa orang tuaku untuk ikut Pramuka, sekarang jiwaku sudah mulai menyatu dengan kepramukaan. Ternyata berakhir dengan kekecewaan.
Mampukah aku membawa nama baik SD Anugerah dengan olimpiadeku nanti. Bukan berarti aku tak mau berusaha, namun aku tak yakin dengan kemampuanku. Dan kalau boleh memilih, pasti aku akan menjatuhkan pilihan kembali ikut meramaikan dunia Pramuka. Seperti kakakku juga. Apalagi  Pramuka sekarang kurang peminat karena tergerus oleh kegiatan-kegiatan yang bersifat modern. Lalu siapa lagi yang mau menghidupkan kejayaan Pramuka kalau bukan aku dan teman-teman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...