BAU
SEDAP DI BULAN PUASA
Seperti biasa, setiap ada waktu
luang aku selalu menyempatkan untuk menjenguk tetanaman di sekitar rumahku.
Namanya juga hobi, aku paling suka memandang hijaunya dedaunan dan bunga-bunga
meskipun bunga tersebut belum mekar.
Asik merawat tanaman, hidungku mencium bau yang
sangat sedap. Kala itu bulan Ramadlan. Otomatis orang-orang di sekitarku
berpuasa. Namun bau harum dan sedap sangat mengganggu penciumanku. Perasaan
hari raya masih agak jauh, kok sudah ada yang membuat kue ya? Adalah pertanyaan
oratoris. Tak perlu orang lain menjawabnya.
“Mungkin tetangga sebelah yang terpaut satu rumah
yang membuat kue. Apakah dia berjualan kue lebaran ya? Atau tetangga depan
rumah yang membuat madu mangsa (jajanan tradisional)?”, masih banyak pertanyaan
dalam hati dan tak ada yang tahu pikiranku karena aku memang sendirian di
sebelah rumah.
“Ah, biarlah…,” aku mulai cuek dan kulanjutkan
dengan kegiatan bercocok tanam bunga-bungaan. Hingga akhirnya adikku datang
menjemput anaknya yang bermain dengan bungsuku. Masuk pintu pagar, adikku sudah
berkomentar, “Hemm sedap sekali, Mbak. Lagi masak ya?”, tanyanya.
‘Enggak, paling tetangga sebelah membuat kue
lebaran. Atau warung yang di sana ada banyak pesanan kue”, sambutku padanya
sambil menunjuk arah warung makan yang kumaksud. Aku berbincang-bincang dengan
adikku dengan asik. Mulai dari berdiri sampai capai dilanjutkan duduk di teras belakang. Lumayan lama ngobrol.
Hingga aku pun nyeletuk lagi.
“Bau sedapnya mulai gosong nih, Te…”, aku mencoba
menerka masakan yang tadinya berbau sedap menjadi seperti karamel gula (gula
yang dimasak sampai gosong). Dan adikku mengiyakan perkataanku tadi sambil
tetap ngobrol. Berhubung adikku memerlukan sesuatu yang harus mengambil di
dalam rumah, kami pun masuk melalui pintu belakang.
Masya Allah… seisi rumah penuh dengan asap. Bungsuku
yang lagi bermain dengan sepupunya (anak adikku tadi) segera melaporkan
tindakannya bersama adik sepupunya.
“Bu, tadi Dedek nyalakan kipas anginnya, masakan ibu
gosong. Tapi dedek nggak berani mematikan kompornya”, katanya.
“Ya Allah, Dedek…, kenapa nggak bilang sama ibu?”,
tanyaku
“Dedek takut dimarahi ibu kalau matikan kompor”,
katanya takut. Haduh… aku pun tertawa bersama adikku.
“Dedek nggak salah, yang salah ibu. Kenapa manasi
sayur kok malah ditinggal keluar rumah,” jawabku menghibur.
Cukup lama asap keluar dari dalam rumah. Kami pun
tertawa tiada habis. Aku mengutuk diriku sendiri yang begitu ceroboh. Dan
tentunya aku sangat bersyukur bahwa tidak sampai kebakaran. Karena sayur oporku
telah kering dan lengket di panci.
Ternyata bau harum dan sedap yang kukira masakan
tetangga adalah bau santan opor yang semakin mengental. Sedangkan bau gosong,
jelas baunya opor yang telah lengket di panci. Untung bukan sayur yang baru,
menu buka puasa pada hari itu. Sayur opor tersebut adalah sisa sayur yang
kemarin.
Sungguh pengalaman yang membuatku merasa bodoh. Hal
inilah peringatan. Bahwa jika memasak, terutama memanasi sayur yang tinggal
sedikit jangan sampai ditinggal kemana-mana. Penyakit lupa akan sering
mengganggu karena terlena dengan kesibukan baru.
19 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar