Kamis, 24 Januari 2013

Kecik Tanjung

Sambil menungggu si bungsu selesai belajar di TPQ, aku berteduh di bawah sebuah pohon. Masjid tempat anakku belajar sengaja menanam pohoh-pohon yang tak aku ketahui jenisnya. Penanaman kira-kira dua tahun yang lalu. Karena gerimis, aku memandang ke atas. Ternyata pohon yang masih belum terlalu tinggi tersebut berbuah kecil-kecil. Ada yang masih hijau, kuning, sampai ada yang merah. Kulihat ke bawah ternyata ada yang berceceran di bawah.
“Pohon apa ya?”, pikirku. Aku punguti buah yang tercecer di bawah. Persis buah melinjo. Coba kukupas, ternyata… pikiranku segera melayang ke masa kecilku. Karena aku selalu bermain dengan biji-biji ini yang dinamakan dengan “kecik”.
“Kecik” adalah bahasa Jawa yang berarti biji buah sawo. Namun tidak hanya kecik sawo, biji-biji ini pun dinamakan kecik meskipun dari tanaman yang bernama tanjung. Sehingga dinamakan dengan “kecik tanjung”. Nah ketemu sudah jawabannya. Ternyata pohon itu adalah pohon tanjung. Sewaktu kecil aku kesulitan mencari bahkan membeli kecik tanjung dari teman-teman. Eh… ternyata sekarang di masjid ini menanam beberapa pohon tanjung.
Adalah sebuah permainan tradisional pada tempo dulu. Kecik tanjung dipakai bermain dengan nama permainan “enthik”. Khususnya permainan anak-anak di Jawa. Entahlah, mungkin di daerah lain juga ada permainan semacam ini meskipun dengan nama yang berbeda. Tak ada rotan akar pun jadi. Berhubung kadang sulit mendapatkan kecik tanjung, maka kecik sawo pun bisa dipakai. Akan tetapi kualitas kecik tanjung lebih berharga dari pada kecik sawo. Bisa dikatakan bahwa kecik tanjung adalah KW1 sedangkan kecik sawo adalah KW2.
Bermain enthik bisa dilakukan dua orang atau lebih. Dengan masing-masing bermodalkan beberapa puluh biji kecik tanjung. Modal kecik dijadikan satu, kemudian antarpemain “suit”. Yang menang akan bermain lebih dahulu. Diawali dengan bermain tebak-tebakan. Berapa biji kecik di tangan kanan dan berapa biji kecik berada di tangan kiri. Jika penebak benar, maka permainan diambil alih oleh penebak.
Mulailah bermain enthik. Kecik tanjung disebar. Dengan jarak minimal setebal jari, kecik bisa disentilkan ke kecik yang lain. Sentilan menggunakan jari telunjuk atau jempol. Jika menyentuh kecik lain yang tidak disentil maka permainan mati. Juga sentilan yang meleset juga akan mengakibatkan pemain mati. Maka permainan akan dilanjutkan oleh giliran lawan main. Nah, kecik-kecik yang berhasil disentil menjadi hak milik pemain. Sisanya dimainkan lagi oleh lawan. Demikian seterusnya sampai kecik habis.
Ada yang memang pintar bermain enthik ini. Sampai-sampai jumlah kecik tanjung yang dimiliki sangat banyak. Sehingga jika ada teman yang memerlukan bisa membeli darinya. Ternyata jiwa bisnis telah tertanam pada manusia sejak lama.
Aku pun mencoba bermain dengan bungsuku. Karena tertarik, bapaknya juga ikut-ikutan bermain. Maklum bapak orang kota yang kurang mengetahui permainan-permainan tradisonal seperti aku yang orang desa. Ternyata asik juga, bungsuku menikmati permainan ini. Kusarankan untuk mengenalkan permainan ini kepada teman-temannya.
Tidak ada salahnya mengenalkan kembali permainan anak-anak tempo dulu kepada generasi sekarang. Seperti halnya kukenalkan pada anakku tentang dakon, bola bekel, karet, jamuran, gejlig/engkle, dan lain-lain. Wawasan anak pun akan makin bertambah, tidak hanya mengenal game online saja. Karena permainan tempo dulu membentuk karakteristik pada anak-anak. Yaitu: jiwa bersosial, jiwa berbagi rasa, jiwa kekompakan, jiwa saling membutuhkan dengan orang lain. Yang utama adalah bahwa permainan tersebut tidak membahayakan bahkan membentuk semangat berkompetisi secara sehat. 
                                                                            24 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...