Masih menjalani try
out, ujian semester, ujian akhir sekolah, try out lagi, dan seterusnya. Siswa kelas
6, 9, dan 12 telah disibukkan dengan berburu sekolah-sekolah yang dianggap
favorit. Ujian Nasional belum terlaksana tetapi mereka telah mempersiapkan jenjang
sekolah yang lebih tinggi. Adalah sebuah harapan bahwa siswa akan mendapatkan
sekolah yang layak dan berkualitas.
Sekolah favorit pasti
akan menyeleksi calon siswa dengan berbagai cara. Mulai dari nilai rapot,
prestasi akademik maupun nonakademik, tes tulis, sampai tes wawancara dengan
orang tua. Yang terakhir inilah yang
ditakuti sebagian masyarakat. Tidak sedikit sekolah yang melakukan wawancara
untuk tawar-menawar seberapa kemampuan orang tua untuk membiayai anaknya di
sekolah tersebut. Mulai biaya SPP, fasilitas ataupun sarana penunjang sekolah. Tidak
lupa seberapa besar sumbangan yang akan diberikan ke sekolah yang bersangkutan.
Setiap calon wali murid
pasti akan dibuat memeras otak untuk berpikir tentang besaran sumbangan. Karena
tidak ada ketentuan atau patokan yang pasti. Sedangkan setiap calon wali murid
hanya berspekulasi. Mereka takut kalau kurang banyak anaknya tidak akan
diterima di sekolah tersebut. Tetapi bila ingin memberikan sumbangan yang berlebih,
mereka punya kendala masalah keuangan yang tidak berlebih.
Sedangkan rumor yang
beredar di masyarakat, tes tulis masuk sekolah hanya formalitas. Karena penentuan
kelulusan masuk di sekolah tersebut tidak hanya ditentukan oleh hasil nilai tes
tulis calon siswa. Tetapi juga dilihat besaran sumbangan yang diberikan. Sehingga
calon siswa kategori miskin pasti akan tersingkirkan secara mutlak. Kecuali ada
yang “sangat” pintar, kemungkinan bisa masuk dengan anggaran yang telah disiapkan
secara khusus.
Yang lebih prihatin
lagi adalah adanya sekolah favorit yang tidak memberikan kesempatan kepada
siswa dari sekolah swasta. Jika sistem seleksi masuk menggunakan tes tulis,
kenapa harus menolak siswa dari sekolah swasta. Padahal tidak sedikit
siswa sekolah swasta yang
sungguh-sungguh belajar dan menelorkan prestasi yang hebat.
Jika sama-sama
menjalani tes tulis antara siswa asal sekolah negeri dan swasta, tidak menutup
kemungkinan bahwa yang berasal dari swasta tetapi pandai pun akan bisa lolos. Apabila
faktanya demikian bagaimana nasib siswa berprestasi tersebut?
Namun apapun kebijaksanaan
setiap sekolah, adalah hak setiap sekolah itu pula. Siswa asal sekolah swasta tidak bisa
protes kepada sekolah yang punya aturan demikian. Karena setiap lembaga pasti
punya aturan yang berbeda.
Apabila tidak mau
dikatakan sebagai pendiskriminasian, maka siswa dari sekolah swasta harus bangkit.
Mereka harus bisa menunjukkan bahwa dengan tidak sekolah di negeri pun mereka
bisa punya “nama”. Dengan gigih belajar dan mencari prestasi di bidang apapun
pasti akan membanggakan. Dari pada sekolah di negeri ditolak lebih baik melanjutkan
di swasta juga. Apalagi di sekolah
swasta justru banyak punya kesempatan untuk berkiprah dan memanfaatkan segala
moment ajang lomba. Hal yang mungkin sulit didapatkan di sekolah negeri. Karena
sekolah di negeri pasti banyak pesaing. Sehingga kesempatan emas untuk mewakili
lomba-lomba atau pertandingan apapun akan lebih sempit.
Karena itu bersekolah
di sekolah negeri tidak menjamin semua siswanya untuk menjadi yang terbaik. Sedangkan
sekolah swasta juga tidak bisa dikatakan bahwa siswanya adalah “buangan” dari
sekolah negeri, sehingga siswanya bodoh-bodoh.
Yang utama adalah siswa
fokus pada Ujian Nasional terlebih dahulu. Jika memang situasi dan kondisi
tidak memungkinkan, tidak perlu mengejar gengsi untuk mencari sekolah favorit. Apapun
dan di mana pun sekolah, motivasi terpenting adalah kesadaran diri sendiri. Kesadaran
untuk mencari ilmu yang bermanfaat.
23
Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar