Kamis, 04 April 2013

Malin Kundang versi Kini



Masih ingat dongeng Malin Kundang? Yach… dongeng yang ditokohi seorang pemuda rajin dan berbakti pada ibunya. Karena ibunyalah satu-satunya harapan hidup. Mereka berdua mengais rejeki untuk hidup dan penghidupan berdua saja. Malin Kundang yang patuh kepada ibunya tiba-tiba menjadi tokoh antagonis setelah merantau dan menjadi seorang saudagar. Dan karena kedurhakaannya karena tak mau mengakui ibunya yang miskin, maka dikutuklah si Malin Kundang menjadi batu. Ini hanya fitif belaka.

Cerita legenda tersebut seakan hidup di masa kini. Kenyataannya saat ini ada juga cerita yang mirip seperti Malin Kundang. Kali ini tokohnya adalah seorang anak wanita. Si anak wanita begitu teganya melaporkan sang ibu ke kantor polisi hanya karena menebang pohon di dekat wilayah rumahnya. Si anak wanita mengklaim pohon itu miliknya. Akhirnya sang ibu harus berurusan dengan polisi. Namaya orang tua pasti takut dengan hal-hal yang berbau kepolisisan. Sampai-sampai si ibu pingsan di kantor polisi.

Mungkin si anak telah puas setelah melihat kondisi ibunya yang demikian histeris. Seorang ibu yang sudah tua harus mengalami perjalanan hidup dengan (mau) dipenjarakan anaknya sendiri. Tidak ada bedanya peristiwa ini dengan cerita Malin Kundang. Si anak yang tidak tahu balas budi. Bagaimanapun kayanya seorang anak. Dengan segala fasilitas yang dimiliki, dengan harta yang melimpah, maupun memberangkatkan haji sampai berpuluh kali orang tuanya. Masih ada yang tidak bisa anak perbuat kepada orang tuanya, terutama kepada ibunya. Siapapun dan sekaya apapun anak tidak akan mampu mengembalikan air susu ibunya. 

Orang tua tidak berharap yang berlebihan terhadap putra-putrinya. Orang tua hanya menginginkan anak-abnaknya menjadi manusia yang sholeh maupun sholihah dan berguna bagi semuanya. Selain itu kemakmuran pasti  juga menjadi suatu harapan orang tua. 

Jika ingin berbakti kepada orang tua sebenarnya tidak sulit, yakni hanya membahagiakan hatinya. Bukan malah memusuhinya, apalagi harus berurusan denga kepolisian. 

Sungguh! Anak macam apa itu, yang tega berbuat seperti itu? Kalaupun benar pohon tersebut miliknya, kenapa harus lapor polisi? Tidakkah dia bisa berpikir bagaimana berbicara yang baik dengan orang tua. Haduch… semoga saja si ibu diberi ketenteraman dan tidak sampai mengeluarkan kutukan kepada anak yang (mau) memenjarakannya.

5 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...