Euforia
selepas melaksanakan UNAS tingkat SLTA terjadi di berbagai sekolah. Kecuali
sebelas provinsi yang UNASnya sedang tertunda. Meskipun rasa senang tersebut
belum lengkap sebelum mengetahui hasil kelulusan diumumkan. Paling tidak kelas
XII telah merasa lega setelah sekian lama mempersiapkan segalanya demi menempuh
ujian nasional.
Para
siswa bolehlah sedikit merasa aman dari rasa ketegangan menghadapi soal-soal.
Namun beberapa waktu ke depan siswa harus dihadapkan kembali pada “apa yang
harus dilakukan” setelah lulus sekolah. Okelah, istirahat saja dulu.
Selanjutnya
apakah akan meneruskan kuliah. Jika kuliah harus memilih di mana? Ambil jurusan
apa? Bagaimana kesiapan orang tua terhadap pembiayaan kuliah? Dan sejumlah
pertanyaan lain sehubungan dengan masa depan siswa.
Jika
telah pesimis tidak bisa meneruskan kuliah, siswa harus menyiapkan diri untuk
mencari pekerjaan. Masih lumayan mempunyai keterampilan bagi lulusan SMK.
Mereka memang telah dicetak menjadi lulusan yang siap kerja. Sedangkan lulusan
SMA memang harus membekali diri dengan tambahan kursus-kursus tertentu jika
ingin mencari pekerjaan.
Belum
sampai sejauh masalah di atas, usai melaksanakan ujian nasional setiap siswa pasti
akan membayangkan enak-enakan libur di rumah. Hal tersebut belum dirasakan
dampaknya. Mereka belum merasakan bahwa pada dasarnya mereka mengalami masa
transisi antara sekolah dan tidak sekolah. Secara tidak sadar siswa berubah
status menjadi “pengangguran” yang tidak terlihat.
Baru
sekitar dua minggu beristirahat tidak sekolah, siswa akan mengalami tekanan
atau kebosanan. Masa istirahat siswa menjadikan kejenuhan tersendiri. Uang saku
tidak lagi bisa diterima setiap hari. Sehingga tidak ada alasan yang tepat
untuk keluar rumah.
Siswa
akan merindukan bertemu teman-teman maupun suasana lingkungan sekolahnya
kembali. Jika ingin menjenguk sekoalah, apa yang harus dilakukannya nanti?
Tidak ada lagi teman. Tidak ada lagi kelas tempat bercanda tawa. Yang ada hanya
guru-guru dan adik-adik kelas.
Untuk
menghilangkan kejenuhan, siswa bisa menciptakan kesibukan sendiri yang
bermanfaat. Misalnya:
1.
menambah wawasan dengan les-les
menghadapi ujian masuk perguruan tinggi
2.
membuat kreasi kerajinan tangan yang
bermanfaat dan punya nilai jual
3.
membantu belajar adik-adik dan
teman-temannya
4.
membantu orang tua dalam pekerjaannya,
apalagi yang wiraswasta
5.
dan lain-lain
Apabila
siswa bisa mengisi kekosongan waktunya, maka tidak akan ada lagi stres. Justru
siswa siap untuk melangkah ke jenjang berikutnya, yaitu menuju perkuliahan
maupun dunia kerja. Kuliah tidak harus mencari perguruan tinggi yang favorit.
Persiapan kuliah disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Untuk mencari
peluang lulus sebaiknya mencari jurusan yang sekiranya kurang peminatnya.
Sehingga pesaing ujian atau tes juga sedikit. Dengan sedikitnya peminat maka
besar kemungkinan akan lolos meskipun mempunyai nilai yang rendah. Demikian
juga peluang kerja kelak juga akan sepi peminat. Sehingga untuk memasuki
peluang kerja juga akan mempunyai rasa optimis lolos tes masuk kerja.
Pada
dasarnya jika ada kemauan, apapun keinginan akan bisa terlaksana sepanjang
siswa tersebut mau berusaha dengan sekuat tenaga. Misalnya ingin kuliah padahal
tidak punya biaya. Calon mahasiswa bisa proaktif mencari informasi-informasi
tentang beasiswa. Tidak mudah memang! Mencari beasiswa harus diimbangi dengan
otak yang cerdas. Karena itu calon mahasiswa harus betul-betul belajar hingga
mencapai indeks prestasi bagus.
Banyak
contoh suksesnya perkuliahan seseorang yang diawali dengan pekerjaan yang “dianggap
hina” oleh sebagian kecil masyarakat. Misalnya kisah pemulung yang telah
menjadi sarjana merupakan inspirasi bagi banyak pemuda. Nyatanya dia bisa,
karena dia tidak malu. Tak hanya laki-laki, yang wanita pun ada. Hanya dengan
mencari sampah-sampah plastik, mereka mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk
kelangsungan hidup dan kuliahnya.
Cita-cita
tinggi tak hanya milik orang-orang berduit, namun milik semua orang yang mau
berusaha.
Bagaimana
dengan Anda? Sudah siapkah menyongsong kelangsungan hidup esok dan esok harinya
lagi? Sudah tersiapkankah mental maupun finansial untuk kuliah anak/untuk diri
sendiri? Jika tidak ada rencana kuliah, apakah sudah siap masuk dunia
kerja/mempersiapkan putra-putrinya untuk bekerja?
Saat
ini sudahkah terpikirkan apa keinginan putra-putri Anda setelah lulus SLTA?
Atau mungkin Anda sendiri yang sedang dalam posisi kelas XII, sudahkah
menyiapkan pemikiran “Setelah lulus aku
mau apa?”
Nah,
selamat berpikir! Dan semoga sukses selalu!
18 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar