Rabu, 17 April 2013

Nikah Kilat sebagai Wujud “Pemelintiran” Hukum Agama



Ada saja ulah manusia yang tidak mau dianggap berdosa. Hukum agama maupun hukum negara dianggap bisa “dibuat” sendiri oleh banyak gelintir (tidak hanya segelintir) manusia. Hanya karena tidak tahan menahan nafsu apapun. Nafsu terhadap materi, jabatan, ketenaran, syahwat, dan lain-lain. 

1.      Nafsu materi adalah nafsu manusia untuk meraih kekayaan harta benda. Prosesnya bisa melalui jalan apapun. Yang penting bisa menghasilkan uang sebanyak-banyaknya.

2.      Nafsu jabatan adalah nafsu manusia untuk memperoleh kedudukan dalam pekerjaannya. Berbagai jalan akan ditempuh untuk memperoleh jabatan paling atas ataupun jabatan basah meskipun harus melalui jalan belakang.

3.      Nafsu ketenaran adalah keinginan manusia untuk menjadi terkenal. Hal ini bisa dilakukan dengan mencari sensasi-sensasi tertentu dengan tujuan agar namanya mencuat ke masyarakat luas. Jika telah terkenal akan membuat rencana-rencana tersendiri dengan tujuan-tujuan tertentu pula.

4.      Nafsu syahwat adalah keinginan manusia untuk memperoleh kepuasaan dalam kebutuhan biologis melalui kontak fisik. (pengertian secara dangkal saja)

5.      (dan masih banyak contoh nafsu-nafsu yang lain)

Kali ini nafsu terakhir cukup fenomenal di masyarakat. Yaitu adanya pernikahan kilat. Kasus semacam ini terjadi di mana-mana. Tidak hanya di Garut ataupun di Sampang Madura, tetapi banyak merebak di kalangan masyarakat. Hanya saja kasus itu tercium oleh jejak wartawan atau tidak. Tinggal melihat kedalaman ataupun kedahsyatan dampak pernikahan kilat itu sendiri.

Tidak sedikit oknum pejabat tergoda untuk melampiaskan nafsu-nafsu di atas. Oknum yang punya kedudukan terhormat di kalangan masyarakat menodai dirinya sendiri dengan membuat undang-undang sendiri. Mungkin terbiasa membuat Undang-Undang di lingkup tempatnya bekerja, oknum juga mudah untuk membuat undang-undang pelampiasan nafsu terhadap wanita. Dengan jalan nikah siri ataupun nikah kilat, pria hidung belang dengan seenaknya mempermainkan wanita. Hingga nikah kilat ini semakin ngetren di masyarakat.

Lebih terhormat, itulah yang mungkin dihendaki oleh oknum. Dari pada “jajan” yang menimbulkan dosa, maka oknum menciptakan peraturan sendiri dengan menikahi si gadis sebelum dibawa ke hotel. Korban yang semuanya gadis merasa senang saja karena mendapat uang pesangon setelah dicerai begitu saja. Seperti yang dilakukan oleh anggota kehormatan wakil rakyat baru-baru ini. Sudah berapa ABG dia “makan” dengan jalan menikah siri dulu di dalam mobil. Setiap transaksi dia selalu membawa modin untuk menikahkannya. Saksinya adalah mucikari.

“Nah, aman…, “ pikir si oknum. Aman dan tidak berdosa bagi oknum untuk melakukan apapun terhadap “istri-istri baru”nya. Menurut saya, nikah kilat dapat juga digolongkan dalam kejahatan seksual. Karena begitu selesai melampiaskan “sesuatu”, dengan mudahnya oknum tersebut menceraikannya. Padahal bagi pihak ABGnya, kegiatan tersebut bisa merupakan profesionalitas. Meskipun ada juga ABG yang tertipu oleh bujuk rayu seorang mucikari untuk mau menjadi istri kilat. Hal ini tak lain karena faktor uang. Uang menjadi segala-galanya jika manusia tersebut tidak tahan goda nafsu materi.

Meskipun hal tersebut mungkin bisa dibenarkan dalam agama (Islam) namun tidak semudah itu para pria melakukannya. Pelaku kejahatan seksual telah menodai pernikahannya yang secara syah menurut agama maupun negara. Dia telah menyakiti hati isteri sejatinya. Terlepas dari adanya izin isteri pertama atau tidak, oknum telah mencoreng hukum ataupun undang-undang pernikahan.

Sepasang manusia yang hendak menikah perlu waktu yang cukup untuk mempersiapkan segalanya. Demikian juga ketika suami isteri sudah tidak ada kecocokan dalam membina biduk rumah tangga, akan melakukan perceraian yang memerlukan waktu tidak sebentar. Proses melalui mediasi ataupun waktu berpikir ulang untuk rujuk kembali menjadi materi persiapan sebelum benar-benar berpisah.

Undang-undang tidak bisa dipelintir seenaknya saja oleh orang-orang yang tidak tahan nafsu tersebut. Jika semua masyarakat bisa menentukan sendiri undang-undang untuk kepentingannya sendiri, mau jadi apa Negara Pancasila ini?

Jawabnya ada di hati masyarakat sendiri. Generasi penerus Kartini tetap berharap agar wanita Indonesia menjadi manusia-manusia yang punya harga diri dan bermartabat. Bukan diinjak-injak oleh kaum adam.

17 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...