Sisa
“Agustusan” di Awal September
Peringatan
Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke -68 kali ini memang bersamaan dengan
hari Raya Idul Fitri. Namun rupanya masyarakat tidak terlena dengan suasana
lebaran bersama keluarga dekat, tetangga, maupun keluarga jauhnya. Masih ada
yang diharap oleh masyarakat untuk menggelar bermacam acara demi acara untuk
Indonesianya yang tercinta.
Apalagi
setelah liburan sekolah diakhiri. Seakan-akan para siswalah yang mendominasi
acara peringatan kemerdekaan. Berbagai lomba di tingkat desa, kecamatan, sampai
kabupaten pun diselenggarakan. Kembali para siswa sebagai objek lomba. Tidak ada
yang membatasi kapan perayaan atau peringatan kemerdekaan ini sampai berakhir. Yang
jelas di penghujung Agustus pun tak menyurutkan warga untuk tetap
memeriahkannya.
Lomba
bisa dikategorikan atas:
1. Keterampilan
ala sekolah bisa berupa: baca puisi, pidato, debat bahasa Inggris, cerdas
cermat, dll.
2. Hiburan
bisa berupa: menyanyi, joget, makan, permainan anak-anak, panjat pohon pinang,
sepak bola dengan kostum baju wanita, dll.
3. Keterampilan
fisik berupa: gerak jalan, tarik tambang, olah raga, dll.
4. Dll.
Dari
berbagai lomba yang disuguhkan membuat masyarakat antusias untuk mengikutinya.
Yang perlu dipertanyakan adalah apakah hal ini bisa membangkitkan kembali rasa
nasionalisme rakyat Indonesia? Pertanyaan ini memang oratoris, karena
kepedulian warga terhadap perjuangan para pahlawan untuk merebut kemerdekaan
ini mulai terkikis.
Belum
tentu semua warga yang mengikuti ajang lomba ini mengingat kembali darah yang
tumpah oleh leluhurnya. Menumpahkan darah demi kesejahteraan anak cucunya untuk
tetap tinggal di bumi pertiwi. Tinggal dalam keadaan aman dan tenteram karena
berada di tanah sendiri.
Revitalisasi
nasionalisme perlu dikembangkan sejak dini. Melalui cuplikan cerita sejarah
berdarah sampai dikibarkannya bendera merah putih. Selain pendidikan karakter,
kurikulum tentang nasionalime juga perlu digalakkan melalui pendidikan pradasar,
pendidikan dasar, pendidikan menengah,
sampai perguruan tinggi. Sehingga dalam jiwa siswa akan tetap terpatri
apa yang dinamakan perjuangan merebut
kemerdekaan.
Jika
setiap siswa hingga mantan siswa diingatkan secara terus-menerus akan pendidikan
nasionalisme, maka masyarakat luas akan bisa menghargai pahlawannya. Menghargai
warisan nenek moyangnya yang berupa kemerdekaan. Kemerdekaan dalam mencari
ilmu, beragama, berekspresi, sampai mengeluarkan pendapat.
Tidak
hanya mengisi dengan hura-hura dalam perlombaan Agustusan. Tetapi lebih dari
itu, yaitu memahami esensi
kemerdekaan. Mengisi kemerdekaan dengan berjuang bersungguh-sungguh dalam
mencari ilmu dan prestasi yang membanggakan Indonesia. Kelak jika dewasa akan
bisa membawa Indonesia lebih maju dan tenteram. Tenteram dari segala
perselisihan apapun. Menjalankan tugas negara dengan penuh kejujuran tanpa
adanya korupsi. Karena korupsi bisa berupa apa saja. Bisa berupa waktu, tenaga,
memelintir undang-undang, sampai
keuangan. Betapa tenteramnya negara ini
apabila semua pejabat berlaku jujur.
Andai masih hidup, para pahlawan tentu
akan bangga dengan anak cucunya yang menikmati hidup di era kemerdekaan dengan
penuh kedamaian.
Awal September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar