Lahir
di Palembang, Jawa Tengah, 21 April 1989. Beberapa puisinya dibukukan dalam Antologi Pendapa 8, Secangkir Kopi dan Puisi
(TBJT, 2009); Antologi Penyair
Nusantara, Musibah Gempa Padang Kuala Lumpur, 2009), Antologi Solidaritas 25 Sastrawan 3 Negara (Indonesia, Singapura,
Malaysia), Padang 7,6 SR (Singapura,
2009). Pernah bergiat di Komunitas Mata Aksara (KomMA) dan Komunitas Planet
Senen (KoPS) Jakarta. Buku puisi tunggal pertamanya berjudul Halaman Rumah.
Jawa
Pos, 2 maret 2012
di sebuah pematang,
gadis yang belum matang betul
sedang lupa cara pulang
pacarnya
yang tampan
lebih
memikat dari sekedar nasihat
dan
cara hidup sehat
gadis malang,
belum
juga ia matang
tapi
….
rasa enggan sudah
dikenalnya
pada sebuah pematang
yang membikinnya
lupa
bagaimana cara ia
pulang
rembang, 2010
tusuk
sate
aku tusukkan sate
di sela kancing bajumu yang terbuka, takut kalau-kalau ada sesuatu yang
tiba-tiba menyambar isi di dalamnya ketika kau beranjak menemui pacarmu yang
baru saja kau kenal lewat sms. tenang, pacar barumu akan paham, tak ada peniti
lebih penanda dari tusuk sate dengan sisa daging tertinggal mirip hatiku.
2010
dalam
botol bir
tuhan
terkantuk-kantuk
menunggu bibir
lembut
membekaskan sisa zikir
terakhir
2010
sajak
kacamata
aku mencintaimu
seperti kacamata yang kau pakai
;yang tak pernah
kau lihat tapi ada lebih dekat
dari segala macam
benda-benda di depanmu
;serta menata
ihwal pandangmu tentang yang jauh dan dekat
aku menyayangimu
seperti kacamata yang kau pakai
;yang menampakkan
jelas semua kesamaran,
namun menyamar
dengan rapi di depan matamu
membuatmu tampak
lebih manis diperhatikan
aku menemanimu
seperti kacamata yang setia,
yang hanya bisa
hilang bila kau lupa menaruhnya
atau jatuh di
jalan dan tak kau temukan kembali
aku telah
mencintaimu seperti semua kacamata
yang hanya dapat
kau lihat jelas saat kau lepas
untuk sekedar
dibersihkan atau ditinggalkan
demi kacamata baru
2011
Aku
Ingin Mengajakmu
aku ingin
mengajakmu memetik sebuah sajak
dari
ranting-ranting tubuh seorang pertapa tua
yang tak begitu
tinggi, jadi kita perlu
memakai galah dan
khawatir kalau-kalau
sebuah sajak itu
akan kotor sebab jatuh ke tanah.
2011
bunyi
kematian,
bunyi
kematian
:
saut sitompul
sajak-sajak terus
berbunyi
tang, tang, tang …
tanggung jawab pada hutang
sepanjang jalan
tertulis jenjang tangis
bau mata air mata
lebih amis dan miris dari
kepergian sebuah
kepulangan
klakson berbunyi
di depan
bir bertumpahan
aku kirim surat
kehilangan kepada sajak
jakarta
saudara-saudara, berbunyi
tang …
tang …
tang …
hutang tak
terbilang
kukirim surat
kepada ibu,
berkabar rindu
duduk duka
derita negeri
begitu ngeri dan
kematian cuma
pejalan kaki
di tapak
langkahnya berjarak
sedang sajak
menjadi jejak
berdentang denting
berbunga bunyi
bertanya sunyi
bersapa sepi
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar