Rabu, 23 April 2014

Antologi PuJa XVII "IQBAL AWAL"



Iqbal Awal pernah bergiat di Komunitas Kembang Merak, Jogjakarta. Berhenti sementara karena melakukan penelitian di Sukabumi untuk penyusunan skripsi bertema sejarah kuliner, sejarah mocha; relevansi kemunculannya dengan huru-hara tahun enam puluhan hingga akhirnya diklaim sebagai makanan asli warga kota. Sedang menyiapkan buku cerpen berjudul Noni di Tiga Sesi.
                                                                                                Jawa Pos, 25 Maret 2012
 … di waktu

1959
tak akan takut
ia kalungkan saja maut lalu mencatut
raut raut tersudut yang kalut yang semrawut karena
waktu

tak perlu restu
ia tusukkan saja paku lalu memalu
hulu hulu beku yang jemu yang palsu karena
waktu

tak pernah pamit
ia acungkan saja sabit lalu menguntit
hingga birit orang orang sipit terbirit birit

1963
Ia waktu
Yang memangkas culas memeras rupa-rupa malas
Ia waktu
Yang menebas ganas menggilas rupa-rupa culas

1964
rona-rona memelas di teras, bermata kering berkulit kuning
harapkan belas untuk bernapas, di antara sumpit dan karung beras

Si Bulat Mini
kami mochi si bulat mini
berkalung nasib yang sudah musti;

diadili untuk mati di tangan gigi dan gusi

namun, taukah kalian sebelum kami menjadi
seperti mani, kami pun melewati mati suri;

kami mewujud, mengerak dari keringat pangkal lengan
yang telampau kurus
kami membulat, mengenyal kumal oleh remasan penuh
daya yang terlampau keras
kami merapat, berdesak sesak di kubus berbahan bambu dari alas yang mulai meranggas

lalu,
napas-napas membuat kami basi
menyusut keriput merengut kusut

lalu kami, membatu
lalu batu, mewaktu
lalu waktu, menyapu

kami,
berserak di kandang kandang ternak
bersama dedak sapi dan babi

kami mocha, si bulat mini

Kun Fayakun
muncullah aku, memergok kerancuan di padang huru-hara
di tepi jurang dendam yang teramat dalam aku mewujud, mengoyak
ketimpangan sudut pandang yang belum tertafsir, belum terkaji
ketika nurani mati di kelamnya hati

Melankoli Dengki
rapat,
melekat bagai baut yang merekat
pada besi tua berkarat;
 ia dan dia masa itu

sementara kita,
hanya mampu memandang
tanpa mampu mengangkat rupa;
tertunduk pun tiada bisa

kita rasa pengap,
menyergap asa
yang terlampau banyak berharap
dan mereka; ia dan dia
adalah semesta warna sejagat harga
kita,
lagi lagi kita; kau dan aku
terjerembap dengan mata sembab
terjebak di antara serak serak
hasrat yang mengerak;

di benak
                                    Oktober, 2011

1 komentar:

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...