Novelis
sekaligus penyair kelahiran Ngawi, 26 Juni ini sangat gemar membuat puisi
bermadzabkan puitik-romantik. Puisinya
juga masuk dalam antologi Puisi 142 Penyair
Nusantara Menuju Bulan, serta tergabung dalam antologi Selaksa Makna Cinta (Pustaka Puitika:2010). Karya novelnya berjudul
Dzikir-dzikir Cinta (Diva
Press:2006), dan telah diterjemahkan dalam bahasa Melayu (PTS Litera Utama
Sdn.Bhd:2008), Cinta dari Surga (CMG:2009),
Elegi dan Romansa (Pustaka
Puitika:2012)
Jawa Pos, 15 April 2012
Hikayat Suatu Malam
TENTANG gurungurun yang sering kau
kisahkan, tentang badai atau pohonpohon kering ludes dilahap musm kemarau
yang
sedemikian bengis mengikis dedaunan
atau
tentang musafir yang tersesat
di
belantara tandus, atau bahkan tentang jejak-jejak pasir
yang
tersaput semilir angin di kala terdampar di bawah semesta
Barangkali
tentang gemintang di antariksa
yang
berpijar diantara temaram rembulan
lalu
kabut berjalan lamban mengitari
kelepar
sayap punguk pada dahan kering
sedangkan
kesunyian merayap
seolah
berdansa dalam diam
walau
lengking suara alam bersenandung
menguntai
bait syair dari kesendirian jiwa
tetap
saja suara itu membisu dalam sembilu
Adakah
perhelatan cinta berbalut rindu itu
senantiasa
ringkas misteri tak terjangkau
menjadi
perihal sederhana bagi nalar
menguak
apa yang diselimuti tabir
hingga
segala nyata bagi nalar
Tentunya,
membutuhkan jiwamu
dan
juga jiwaku dalam kesepakatan
memahami
segala dalam satu ungkapan
membahasakan
dalam penafsiran rinci
berdialog
dalam monomog keheningan
Yogyakarta, 28 April
2011
Bila Esok Kan Kembali
SESEKALI waktu aku bersemayam di
kesunyianmu yang tak berujung
Sesekali
pula ku saksikan ulas senyum di raut wajahmu bercadar kabut
namun
dalam sekejap runtuh bersama deras derai air matamu
Bahkan
kini hangat dekap itu tawar rasanya dalam selimut akut
kau
menyusut dalam kemuraman memoir sedangkan aku terus bangkit di sisimu
meski
kutahu rapuhku kian tak terperi dan ringkih segalaku dalam rasamu
Kini
segalanya lindap dalam kebisuan kau jadi kilas bayang di langit benakku
sedangkan
aku semakin terkibas jauh dari hadapmu, bahkan dari segalamu
laun
kau dan aku hilang dari pelupuk embus nafas dan juga getar jantungmu
tak
lagi syahdu terdengung di telingaku
Wahai
kau yang kini menghilang bila esok kita kan jumpa kembali
usap
linang air matamu jangan lagi ada dusta menganiaya dan rengkuh aku hingga tak
lagi ada detak itu berdenyut di jantungku.
Yogyakarta,
29 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar