Babak II
(Di taman,
sang Putri ditemani oleh inangnya sedang menikmati taman kerajaan.)
Inang :
Putri, apa sebaiknya kita tidak segera kembali ta, Putri.... nanti baginda
mencari-cari lo..
Putri :
Sebentar ta, Mbok... aku lagi pingin melihat-lihat bunga-bunga ini lo...
aduh aku suka dengan bunga yang merah
ini, Mbok..
Inang :
Tapi, Putri... cuacanya sudah mendung ini lo...
Putri :
Ala... sebentar saja, Mbok.. Mbok nggak suka ta dengan bunga-bunga ini?
Inang :
Saya sih... sukanya dengan bunga bank, Putri... (cengengesan)
Putri :
Idih... si Mbok! Dasar mata duitan. Ya sudah ayo kita pulang!
Inang :
La gitu lo, Putri... Eh, Putri... hidup itu kan perlu makan ta? Nah, bagaimana
kita bisa makan, hayo?
(Mereka
berjalan pulang ke istana sambil berbincang-bincang.)
Putri :
Kalau aku sih, makannya dikasih orang tua.
Inang :
Itu kan Putri. La saya bagaimana hayo! Saya harus kerja dulu. Nemani Putri ke
mana-mana. Harus manut. Disuruh harus berangkat, harus mengerjakan. Kalau
dimarahi ya harus manut.
Putri :
Ya iyalah, Mbok... terus apa hubungannya?
Inang :
Loh, Putri ini gimana sih? Setelah itu saya ya dapat uang gaji. Uangnya buat
beli beras dan kebutuhan lain di rumah. Gitu loh, Putri...
Putri :
Oh iya ya, Mbok... Aku tahu...
Inang :
Ngomong-ngomong, gimana nih, Putri kabar sang pangeran?
Putri :
Pangeran? Pangeran yang mana?
Inang :
Wah.. Putri ini, saking buanyaknya pangeran yang ada di hati Putri. (cekikikan)
Putri :
Ah... simbok... suka godain terus (merajuk)
(Tiba-tiba
baginda raja muncul bersama permaisuri.)
Raja :
Dari mana saja putriku ini? Hah, Mbok... kau bawa kemana dia?
Inang :
A... anu... anu... Putri tadi... putri tadi....
Putri :
Halah... simbok ini mau bilang aja kok bingung sih...
Inang :
I.. iya, Baginda... kami baru dari taman. Kalau baginda murka, maka murkailah
saya, Baginda...
Raja :
Ha ha ha kenapa aku harus marah, Mbok... kamu sudah menjaga putriku dengan
baik. Dia tidak lecet kulitnya kan...
Inang :
Anu... ten... tentu tidak, Baginda. Itu tidak boleh, kalau boleh memilih...
seandainya ada luka pada putri, maka biarlah luka itu terjadi pada saya saja,
Baginda ...
Permaisuri :
Iya... iya ... aku percaya padamu, Mbok. Pengabdianmu memang luar biasa. Ini
lo, Mbok ... baginda mau bicara sama putri.
Inang :
Bebb... baiklah, Permaisuri. (inang menjauh)
Putri :
Ada apa sih, Ayahanda, Ibunda? Kelihatannya penting sekali.
Permaisuri :
Ini lo, ayahandamu mempunyai sebuah rencana. Nah, biar ayahandamu yang berbicara.
Mari kita mencari tempat yang enak untuk ngobrol.
(Mereka bertiga duduk di kursi teras istana.)
Raja :
Putri, kau semakin dewasa. Sudah saatnya ayah dan ibumu menimang cucu.
Putri :
Idihh, Ayahanda... aku belum ingin...
Raja : Putri, tidak baik menolak banyak lamaran.
Takutnya nanti justru banyak menimbulkan fitnah.
Putri : Sebenarnya, aku sendiri bingung, Ayah...
beberapa pangeran memang meminangku. Tapi aku bingung untuk memilih. Menurutku
semua belum ada yang cocok.
Raja :
Ayahanda punya rencana. Pada minggu ke tiga nanti kita adakan sayembara untuk
menggunakan benda pusaka kerajaan. Nanti pemenangnya akan menjadi suamimu.
Putri :
Kalau memang itu kehendak ayah, baiklah...
Permaisuri :
Terima kasih, putriku... kau memang putri yang baik.
(bersambung)
LNR