Ironis. Di depan rumah, juga tempat yang tak jauh dari rumah
banyak warung makan. Warung-warung tersebut menjual “nasi tumpang”. Nasi
bersambal tumpang adalah makanan khas daerah Kediri, Jawa Timur yang terbuat
dari tempe “bosok” alias busuk. Proses pembuatan tempe busuk seperti halnya
membuat tape, yaitu menggunakan ragi. Hanya saja tempe terbuat dari bahan
kedelai yang direbus, didinginkan, dan ditaburi ragi tempe. Jika sudah menjadi
tempe, tempe tersebut akan dibusukkan dalam dua atau tiga hari sampai sedikit
berbau menyengat. Setelah berbau, tempe dimasak bersama ulegan bumbu bawang
merah dan putih, ketumbar, lengkuas, kencur, daun salam, lombok, bisa ditambah
ebi kecil,garam, dan santan.
Mungkin
bagi yang belum pernah makan akan merasa jijik. Namanya juga bahan berbau
(busuk). Pasti akan terasa tidak enak. Seperti halnya tape atau peyem yang juga
membusukkan ketela, ternyata bahan busuk tersebut bisa diolah menjadi makanan
yang lezat. Lezat dalam arti bagi yang berselera.
Akan tetapi
tidak semua pembuat sambal tumpang menghasilkan rasa enak. Meskipun antara enak
dan tidak enak ini juga relatif. Karena memang lidah orang berbeda dalam hal
rasa. Sambal tumpang yang berupa ulegan tempe busuk dan bumbunya tersebut
disiramkan pada nasi yang di atasnya telah diletakkan sayuran rebus. Menu yang
sangat sederhana dan dikonsumsi oleh masyarakat kelas sederhana ini ternyata
membuat ketagihan bagi sebagian orang.
Selera!
Inilah permasalahannya. Selera tidak hanya pada rasa namun juga pada tempat,
penjual ataupun sugesti-sugesti yang lain. Seperti halnya restoran-restoran
yang juga membuat trik agar banyak orang menjadi pelanggannya. Minimal pernah
berkunjung untuk menikmati menu yang disajikan. Berbagai reklame ataupun model
pun dicoba. Tidak tanggung-tanggung, kadang penyajian menu sengaja dibuat
ekstrim.
Misalnya,
restoran dengan tema horor, segalanya berbau dengan setan. Tema potongan tubuh
atau binatang, tema penjara, tema peperangan, dan lain-lain. Meskipun hal-hal
seperti itu kalau dipikir-pikir juga sangat menjijikkan. Namun minimal membuat
orang penasaran untuk mencobanya.
Namun semuanya kembali kepada selera
masing-masing orang. Seperti uraian di atas, bahwa kadang-kadang di dekat rumah
sendiri ada sebuah depot atau restoran tapi tidak tertarik untuk mencobanya.
Entah ini karena tidak cocok dalam rasa ataupun faktor yang lain.Jadi besar
kemungkinan kalau selera makan seseorang tidak pada warung terdekat, namun yang
nun jauh di sana.
9 Februari 2013
Hihihi, benar ya, Mak Luluk, ini masalah selera.
BalasHapusKalau bukan orang daerah itu, pasti udah geli :)
Thanks sudah berbagi cerita, mak.
Makasih, Mak Indahjuli... bener kok, Mak. Namanya suka tuh, gak ada orang lain yang bisa mencegah.
Hapus