Sabtu, 09 Februari 2013

Seleraku Bukan yang di Sini




Ironis. Di depan rumah, juga tempat yang tak jauh dari rumah banyak warung makan. Warung-warung tersebut menjual “nasi tumpang”. Nasi bersambal tumpang adalah makanan khas daerah Kediri, Jawa Timur yang terbuat dari tempe “bosok” alias busuk. Proses pembuatan tempe busuk seperti halnya membuat tape, yaitu menggunakan ragi. Hanya saja tempe terbuat dari bahan kedelai yang direbus, didinginkan, dan ditaburi ragi tempe. Jika sudah menjadi tempe, tempe tersebut akan dibusukkan dalam dua atau tiga hari sampai sedikit berbau menyengat. Setelah berbau, tempe dimasak bersama ulegan bumbu bawang merah dan putih, ketumbar, lengkuas, kencur, daun salam, lombok, bisa ditambah ebi kecil,garam, dan santan.
            Mungkin bagi yang belum pernah makan akan merasa jijik. Namanya juga bahan berbau (busuk). Pasti akan terasa tidak enak. Seperti halnya tape atau peyem yang juga membusukkan ketela, ternyata bahan busuk tersebut bisa diolah menjadi makanan yang lezat. Lezat dalam arti bagi yang berselera.
            Akan tetapi tidak semua pembuat sambal tumpang menghasilkan rasa enak. Meskipun antara enak dan tidak enak ini juga relatif. Karena memang lidah orang berbeda dalam hal rasa. Sambal tumpang yang berupa ulegan tempe busuk dan bumbunya tersebut disiramkan pada nasi yang di atasnya telah diletakkan sayuran rebus. Menu yang sangat sederhana dan dikonsumsi oleh masyarakat kelas sederhana ini ternyata membuat ketagihan bagi sebagian orang.
            Selera! Inilah permasalahannya. Selera tidak hanya pada rasa namun juga pada tempat, penjual ataupun sugesti-sugesti yang lain. Seperti halnya restoran-restoran yang juga membuat trik agar banyak orang menjadi pelanggannya. Minimal pernah berkunjung untuk menikmati menu yang disajikan. Berbagai reklame ataupun model pun dicoba. Tidak tanggung-tanggung, kadang penyajian menu sengaja dibuat ekstrim.
            Misalnya, restoran dengan tema horor, segalanya berbau dengan setan. Tema potongan tubuh atau binatang, tema penjara, tema peperangan, dan lain-lain. Meskipun hal-hal seperti itu kalau dipikir-pikir juga sangat menjijikkan. Namun minimal membuat orang penasaran untuk mencobanya.
Namun semuanya kembali kepada selera masing-masing orang. Seperti uraian di atas, bahwa kadang-kadang di dekat rumah sendiri ada sebuah depot atau restoran tapi tidak tertarik untuk mencobanya. Entah ini karena tidak cocok dalam rasa ataupun faktor yang lain.Jadi besar kemungkinan kalau selera makan seseorang tidak pada warung terdekat, namun yang nun jauh di sana.
                                                                                                            9 Februari 2013

2 komentar:

  1. Hihihi, benar ya, Mak Luluk, ini masalah selera.
    Kalau bukan orang daerah itu, pasti udah geli :)
    Thanks sudah berbagi cerita, mak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Mak Indahjuli... bener kok, Mak. Namanya suka tuh, gak ada orang lain yang bisa mencegah.

      Hapus

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...