Dilahirkan di Sumenep, Madura, 5
Juni 1991. Puisi-puisinya dipublikasikan di Horison, Radar Madura, Majalah
Qalam dan Minggu Pagi. Buku antologi bersamanya: Akar jejak (2010), Estafet
(2010) dan Memburu Matahari (2011). Saat ini tinggal di Jogjakarta.
Jawa Pos, 2 September 2012
Bayangan
Dalam doa kau lantunkan kasidah
duka yang abadi.
Bila malam turun, bulan
mengajakmu tamasya
mengelilingi kota-kota sibuk
penuh suara
memasuki gang-gang gelap dan
tenda-tenda remang
yang menyeruak aroma parfum
campur air selokan
Angin menarik-narik rambutnya
yang tergerai
seraya menghentikan langkah malam
Terurai wajah-wajah dalam bingkai
foto
seorang lelaki tua dan
bocah-bocah tak berdosa
Tapi kau harus terus berjalan
mengikuti derap bulan
demi hari esok, demi
harapan-harapan
Kau membiarkan kenangan-kenangan
tanggal
bersama hentakan waktu
Pepatah dan wasiat-wasiat suci
kau biarkan mengambang di
kepalamu
Karena zikir munajat di jalan
takdir
maka semua jalan akan berakhir di
ambang yang sama
“Aku berjalan bersama bulan
kau berjalan beriring matahari”
katamu.
Kau tak pernah menangisi tubuhmu
yang mati
Karena cintamu lahir dari
kepedihan api
Karena kau lahir dari bayangan
Maka jalanmu ramai
tikungan-tikungan
(Kota Gede, 2012)
Lebaran
1/
Kampung halaman adalah
telaga kenangan yang
menenggelamkan rindu dendam
kuburan waktu yang mesti terus
diziarahi bersamaan,
tanah basah dengan sederet
pohon-pohon harapan
akan hari esok, yang mataharinya
setia turun ke bumi
mengecupnya berkali-kali,
menimangnya lewat air kali.
2/
Ramadhan selalu mengajakku pulang
sebelum lebaran
sebelum gema takbir dialunkan
lewat mikrofon-mikrofon
yang duduk di bubungan masjid
mati yang tiba-tiba
hidup kembali
Aku bergegas tanpa bertanya
kenapa matahari satu syawal
harus dirayakan dengan
perkumpulan bersama sanak-teman
yang hidup di masa silam. Tumbuh
di jejak-jejak tertinggal
pada ladang-ladang kering tak
berpengharapan.
Kulepaskan segala yang berbau
tanah rantau
karena di ramadhan, aku mesti
terbangun dari pulau
yang menidurkanku dan
memabukkanku dengan ciuman.
3/
Kampung halaman adalah tempat
kembali segala luka peluru,
ibu yang setia mencatat ragam
ceritaku
tanpa mengeluh kapan segera
berlalu
4/
Aku merindukan kampung halaman
tanah kelahiran tak
berpengharapan
Aku pulang menjelang tellasan*
demi
malam cahaya, upacara-upacara takbir
sampai malam berakhir dan
matahari lahir
sebagai hari baru, kemerdekaan
yang biru.
5/
Aku mengerti, cinta seperti air
Kemana mengalir, muara tempat
mereka berakhir.
(Kota Gede, 2012)
Lebaran (Bahasa Madura)
Pacinan
“Berangkatlah ke Legung atau
Bintaro!
Berlayarlah dengan perahu,
sampailah di lubuk yang biru.”
Kau mengutukku menjadi perantau.
Tak ada jalan pulang sebelum
kemarau
sebelum bibit-bibit tambakau
ditanam dan layang-layang
diterbangkan
anak-anak petani yang hanya
mengerti cara berlari
Di negeri jauh, antara kepul asap
kemenyan dan dupa
aku menjelma nisan yang teronggok
di atas ladang mati
tanpa peziarah!
Kucari suratmu di tumpukan
sampah, secarik pesan yang mungkin
adalah alamat orang-orang dari
keheningan.
Pembawa petromak malam di antara
kerlip kekunang terbang
menghablur pada ranting-ranting
mawar tertidur.
“Berangkatlah ke Legung atau
Bintaro!
Berlayarlah dengan perahu,
sampailah di lubuk paling biru.”
Sederet kisah tanah kering
kerontang mengutukku
menjadi pemburu tanpa peluru
menjadi kompas di rahang waktu
Hujan mengguyur seperti barisan
malaikat
turun mengecup keningku, hingga
aku dilahirkan kembali
dengan wajah baru yang murung
seribu kenangan.
Hanya demi matahari terbit dan
cahaya apinya
kau memberangkatkanku lalu diam
menunggu.
(Kota Gede, 2012)
Kasidah
Pelaut
Kepada ikan-ikan di laut kami
ceritakan
hikayat cinta kami di kasur pasir
yang selalu melahirkan purnama
Isyarat hujan turun yang kami
amini
adalah air mata langit menetes
lantaran ketabahan kami berjalan
di atas peta nasib seperti karang
dihantam lecut ombak
kami setia mencatat nama-nama
musim
meskipun ia adalah badai
Merenggut landai sara kami di
tepi pantai
Menghadang langkah kami ke perahu
Yang menampung seribu tetes air
mata kami
Kami hanya punya satu cerita
abadi
Berangkat di malam sepi
Dan kembali ketika pintu jumantra
terbuka bagi matahari.
(Batang-batang, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar