(Terinspirasi
dari kisah salah seorang siswaku, Jojo. Bukan nama sebenarnya, dengan
pengembangan cerita seperlunya)
Sebenarnya
sore itu cuaca cerah, namun suasana yang sepi membuat Jojo malas beraktivitas.
Tak ada satu pun suara manusia. Kakak dan adiknya punya kegiatan masing-masing.
Sedangkan ayah dan ibunya masih tenggelam dalam urusan belakang rumah.
Sampai-sampai anak-anak ayam pun yang biasanya berciap di samping kamar Jojo
pun kali ini absen dari pendengaran Jojo.
Tugas-tugas
sekolah Jojo telah selesai dikerjakan. Pun pekerjaan rumah untuk membantu orang
tua telah dikerjakan dengan baik. Jojo memang anak yang baik. Dia rajin belajar
dan suka membantu orang tua. Dengan kepeduliannya terhadap lingkungan, Jojo pun
disukai banyak orang. Mulai dari keluarganya, masyarakat setempat, maupun
lingkungan sekolahnya.
Jojo
yang selalu menyelesaikan tugas tepat pada waktunya, membuat banyak waktu
kosong yang harus diisi dengan kegiatan barunya. Hingga dia selalu kebingungan
untuk mencari hal-hal positif sebagai pengisi waktu. Namun sore itu Jojo bosan
dengan kekosongan waktunya, apalagi suasana rumah dalam keadaan sangat sepi.
Rupanya
sore itu Jojo tidak ada keinginan untuk melakukan aktivitas. Dia pun rebahan di
kamar sambil menunggu keluarganya berkumpul kembali. Hingga akhirnya dia
mendengar...
“Tok!
Tok! Tok!, Assalamu’alaikum…”, suara seseorang mengetuk pintu.
“Wa’alaikum
salam…”, jawab Jojo . Jojo berjalan ke arah pintu sambil berpikir dan
menebak-nebak suara tamu yang tidak dikenalnya.
“Hah!!!”,
Jojo terkejut melihat tamu yang berada di depannya. Jojo menyambut tamunya
dengan berjabat tangan erat sambil tertawa gembira. Tamu tersebut adalah teman
lama Jojo yang bernama Abai. Mereka lama tidak bertemu dan tiba-tiba Abai
muncul begitu saja.
Dirasa
cukup untuk ngobrol di rumah, Abai mengajak Jojo untuk cuci mata ke kota. Tidak
lupa Jojo mencari ibunya ke belakang rumah untuk berpamitan. Ibunya memberi
pesan kepada Jojo untuk hati-hati. Demikian juga pesan untuk Abai agar tidak
ngebut di jalan.
Dua
orang sahabat mengendarai sepeda motor dengan cukup pelan. Abai yang pegang
stir dan Jojo membonceng di belakang. Karena
tak habis-habisnya mengobrol, tak terasa hingga sampai di jalan yang
sepi. Kanan-kiri hanya ada persawahan sedangkan rumah penduduk masih lumayan
jauh dari penglihatan.
Mereka
dikejutkan oleh dua pemuda berboncengan yang tiba-tiba merapatkan motornya
dengan motor Abai.
“Berhenti!”,
perintah pemuda pengemudi motor. Tak tanggung-tanggung, pemuda yang berada di
boncengan menodongkan sebilah pisau. Rupanya mereka adalah dua orang
penjambret.
“Minggir!”
keluarkan dompetmu!”, kembali mereka menggertak untuk menjambret.
Jojo
agak keder dengan suasana seperti itu. Abai dengan tenang menepikan motornya
dan Jojo turun dari pemboncengan.
“Ayo…
cepat!”, kata penjambret 1.
“Iya…”,
jawab Abai tenang sambil mengulur waktu. “Apa yang kau pinta?”, tanya Abai lagi
sambil membuka helm. Sementara Jojo masih dalam keadaan takut.
“Ya
uanglah…”, kata penjambret 1 sambil
sering menengok ke belakang. Mungkin dia takut ada polisi atau orang yang
lewat.
Begitu
penjambret 1 melihat Abai membuka
helm, dia pun terkejut.
“Hai!”,
kata penjambret 1 yang akhirnya juga
membuka helm.
“Loh!”,
Abai juga terkejut melihat penjambret 1 itu.
Keduanya
mengadu telapak tangan untuk “tos”.
“Apa
kabar, Bro?”, tanya penjambret 1.
“Baik…
baik…”, jawab Abai.
“Aduh…
sori, Bro... salah sasaran nih”, kata penjambret 1 dengan malu.
“Nggak
apa, Sobat. Masih eksis toh kamu?”, tanya Abai.
“Ya
iyalah, Bro. Cari pekerjaan yang enak susah. Eh, ngomong-ngomong sebagai ganti
rasa salahku, kita ke warung yuk!”, ajak penjambret 1.
“Ayuk…
siapa takut…”, jawab Abai.
Sementara
Jojo dan penjambret 2 masih melongo
dengan peristiwa seperti itu. Pun Jojo belum mengerti sama sekali tentang
seluk-beluk Abai dengan para penjambret tersebut.
Sampai
di warung kopi, keempat pemuda itu kelihatan semakin akrab. Mereka
berbincang-bincang yang tak tentu arahnya hingga memakan waktu yang cukup lama.
Jojo mengamati terus pembicaraan demi pembicaraan. Jojo baru sadar dengan
situasi baru tersebut.
“O…
ternyata aku berada dan berkumpul dengan komplotan penjambret”, pikir Jojo.
Memang
benar, ternyata Abai pernah menjadi copet atau penjambret. Sehingga dia dikenal
oleh komplotan penjambret dari berbagai daerah. Namun penjambret 2 tadi adalah pemain baru, sehingga dia
belum mengenal Abai.
Tapi
syukurlah, Abai sekarang telah insyaf. Dia tidak mau melakukannya lagi.
Namun dia tidak bisa menolak pertemanan begitu saja dengan mantan-mantan teman negatifnya
dulu. Dia lebih banyak mendekatkan diri padaNya untuk menebus kesalahannya
selama ini.
Berhubung
hampir Maghrib, pembicaraan pun diakhiri. Keempat pemuda berpisah dengan saling
berjabat tangan. Jojo dan Abai mengurungkan niatnya untuk jalan-jalan ke kota
karena waktu yang tidak memungkinkan. Mereka segera pulang untuk menuaikan
sholat Maghrib di rumah Jojo. Usai sholat, Abai menjelaskan tentang komplotan
penjambret tersebut di tengah-tengah keluarga Jojo. Ayah, ibu, dan keluarga Jojo
bersyukur bahwa mereka terhindar dari penjambretan. Hal ini bisa menjadi
kewaspadaan terhadap siapapun selama di perjalanan.
Sampai
menjelang tidur, Jojo masih teringat terus peristiwa yang betul-betul baru
dalam hidupnya. Ia pun berpikir dan tersenyum, “Ah… penjambret ketemu dengan
penjambret. Aku reuni dengan mereka” . Jojo segera menarik selimut dan berdoa
semoga hari esok lebih baik dari pada hari itu.
16 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar