Apalagi
jika ada kata-kata manis “diskon”. Para ibu seakan wajib berkunjung ke sumber
diskon. Berita diskon pun segera merebak ke ibu-ibu yang lain. Bisa melalui
arisan, telepon, ataupun SMS. Para ibulah yang menjadi sasaran utama promosi-promosi
segala hal.
Dalam
hal beginian, bagi ibu yang kurang kerjaan (karena segala urusan dan keperluan
telah diserahkan kepada asisten masing-masing) pasti akan menjadi yang nomor
satu. Berbagai cara untuk mengumpulkan dana demi memburu stok berdiskon.
Padahal
kalau dipikir, setiap toko punya trik sendiri untuk mendatangkan pengunjung. Barang diskonan tentu harganya akan
dinaikkan terlebih dahulu. Baru kemudian didiskon sesuai selera pemilik toko. Mulai
5 sampai 75%. Cukup variatif.
Demikian
juga tentang perbandingan. Dulu sewaktu kuliah, penulis suka membandingkan
harga di toko swalayan satu dengan yang lain. Maklum, mahasiswi-mahsiswi kurang
kerjaan juga! Setiap ada jam kuliah kosong, komunitas mahasiswi yang begini nih,,, pasti akan
memanfaatkan waktu beramai-ramai untuk ke supermarket. Hari ini ke supermarket
A, suatu saat ke supermarket B, C, dan seterusnya.
Alhasil,
kami mendapatkna kesimpulan bahwa masing-masing toko atau supermarket tidak
sama dalam membandrol harga. Toko A memberikan bandrol fashion murah tetapi
produk yang lain mahal. Demikian juga toko B membandrol harga fashion mahal
tetapi produk yang lain murah. Hal demikian, memang sengaja dilakukan untuk menarik
pembeli.
Yang
perlu diperhatikan adalah menahan hawa nafsu untuk tidak membeli hal-hal yang kurang bermanfaat. Iming-iming diskon
kadang membutakan pikiran wanita. “Wah! Mumpung murah”. Para ibu bisa terjebak
demi diskon seperti ini.
Belum
lagi ada istilah “toko bangkrut”. Pasti pemikiran konsumen adalah bahwa
barang-barang yang dijual murah. Pemberian nama tersebut bisa juga hanya trik
belaka. Sehingga calon pembeli akan berbondong-bondong ke toko bangkrut. Juga ada
istilah “cuci gudang”. Semua istilah tersebut bisa membuat para suami menahan
nafas karena istrinya suka berburu diskon.
Kalaupun
terpaksa ada yang harus dibeli, perlu kecermatan dalam memilih barang-barang
maupun harga. Kalau memang murah, masih layakkah barang tersebut difungsikan? Lihat
tentang cacat produk, masa kadaluwarsa, maupun pemikiran lain tentang hitungan
persenan diskon.
Bagi
para ibu, sebaiknya tidak membiasakan buah hati atau remaja putrinya untuk
bermain-main ke supermarket. Agar anak tidak ikut-ikutan menjadi mudah tergiur
oleh iming-iming diskon. Alasan yang lain adalah anak tidak menjadi konsumtif. Jika
ibunya sudah terlajur konsumtif, minimal bisa mengurangi hawa nafsu untuk “selalu”
berbelanja. Sehingga bisa menjadi panutan yang baik untuk putra-putrinya.
13
Februaru 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar