Pusing
jika hari mendekati lebaran Idul Fitri. Itulah yang dirasakan oleh umat Islam.
Betapa tidak? Serentetan catatan rencana pengeluaran sudah terlampir di agenda.
Anggaran yang biasa menjadi anggaran yang luar biasa.
Pengeluaran
khusus untuk sajian kuliner, renovasi seluk-beluk tempat tinggal, anggaran
busana baru, persediaan angpao, termasuk anggaran transportasi lebaran. Bahkan
tidak sedikit orang yang mengagendakan kendaraan baru. Belum lagi kalau Idul
Fitri bersamaan dengan tahun ajaran baru. Biaya untuk anak-anak sekolah juga
tidak mau dikalahkan.
Kadang
ada yang terlupakan, yaitu masalah zakat. Hal seperti ini memerlukan
kecermatan. Manajemen keuangan secara cerdas sangat menentukan ketenteraman pikiran
setiap keluarga. Sehingga antara keperluan primer dan sekunder pun harus secara
bijak dipisahkan.
Memang
tingkat keperluan masing-masing orang berbeda. Bergantung pada tingkat
penghasilan. Penghasilan sedikit idealnya juga mengeluarkan anggaran sedikit.
Tidak perlu mengada-ada dengan pinjam sana-sini demi sebuah keinginan sekunder.
Atau bertujuan ingin menunjukkan kemampuan kepada orang lain. Sebaliknya bagi
yang berpenghasilan besar, bisa mengatur sendiri dengan kebutuhan sebesar yang
diinginkan.
Yang
perlu disadari adalah bahwa sebagian rizki manusia adalah milik orang lain,
yaitu orang-orang yang memang punya hak untuk menerima zakat. Sedangkan seberapa
besar zakat yang akan dikeluarkan bergantung pada jumlah rizki yang didapatkan.
Karena
sering terlupakan, maka setiap menjelang Idul Fitri banyak orang stress
lantaran sulit memecahkan permasalahan tersebut. Permasalahan pengeluaran antara
zakat fitrah, zakat mal, dan keperluan insidental hari raya.
Keperluan-keperluan yang begitu banyak sampai-sampai menenggalamkan urusan
zakat.
Hal
yang urgen adalah menyisihkan sebagian rizki setiap mendapatkannya. Apabila
tidak segera disisihkan maka zakat tersebut akan termakan oleh kebutuhan lain.
Kebutuhan demi kebutuhan hidup yang tidak akan pernah ada usainya. Memang sudah
menjadi kodrat, bahwa nafsu manusia selalu merasa “kurang”. Keinginan satu
terlaksana, ada keinginan kedua. Keinginan kedua tercapai, ada keinginan yang
lain. Demikian seterusnya. Sehingga jika selalu memburu nafsu untuk memenuhi
segala keinginan, penghasilan berapa pun tidak akan pernah cukup.
Sebagai
siasat untuk tetap bisa berzakat adalah begitu mendapatkan rizki, segera
menyisihkan sebagian untuk tabungan zakat. Dengan membuat tabungan zakat akan
memperingan beban jika waktu berzakat telah tiba. Untuk kalangan tajir tidak
ada masalah dalam pengaturan seperti ini karena harta yang melimpah seakan
tidak mengurangi apa yang dimilikinya. Sedangkan yang berkantong tipis harus
benar-benar mengatur keuangan untuk berzakat. Jadi menyiasati untuk kepentingan
berzakat memang sangat perlu.
31 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar