Rabu, 20 Maret 2013

Bawangku Siap Meluncur


(Ilustrasi dari internet)

Adalah berita yang sudah basi. Jeritan para ibu ketika pergi ke pasar masih saja terdengar. Kalaupun bisa bicara, “dapur” pun pasti banyak keluhan. Juga si Emak yang bertugas memuaskan perut si tuan dengan aneka menu yang siap saji. Bumbu dapur yang biasanya tak lepas dari sekian banyak butir bawang putih, beberapa waktu ini dikurangi menjadi sedikit butir saja. Ini berlaku untuk berbagai bumbu masakan. Alhasil rasa masakan pun tak selezat masakan dengan bumbu ukuran normal.

Berbagai bumbu dapur masih bertengger di pucuk harga. Antara lain bumbu utama: lombok, bawang merah, dan paling melejit bawang putih. Seorang ibu pergi ke pasar tradisional dengan tatapan kosong. Membawa uang sebanyak dua puluh lima ribu rupiah. Hasil pemberian suaminya sebagai penambang pasir. Akan diisi apa tas belanjaan yang setiap pagi dibawanya? Dia hanya berputar-putar mengelilingi para penjual sambil terus berpikir. 

Masih ada sisa sedikit beras di rumah. Kali ini dia harus membeli lauk yang paling murah tapi bergizi, yakni tahu saja atau tempe saja. Sayuran bisa mengambil bayam yang telah ditanamnya beberapa bulan lalu. Selain bayam juga ada terong dan sedikit kangkung. Diputuskannya membeli empat ribu tempe dan kerupuk tiga ribu rupiah. Untuk makan sehari bersama dengan suami dan dua anaknya yang masih duduk dibangku SD. Minyak goreng sudah habis, akhirnya si ibu membeli lima ribu rupiah minyak goreng.

Masih tiga belas ribu rupiah. Karena beras tinggal sedikit, diutamakan lagi membeli beras murah satu kilo dengan harga tujuh ribu. Bawang merah, bawang putih, dan lombok… kadang sore hari, anak-anaknya minta jajan. Minimal membeli ketela pohon. Cukupkah uang yang tinggal enam ribu rupiah ini? Ah, si ibu kian pusing dibuatnya. Si ibu hanya melihat tas belanjaan. Diisi apa lagi ini? Dalam hati si ibu menjerit, karena uang saku anak belum diberikan. Minimal dua anak dengan uang saku masing-masing seribu lima ratus rupiah.
---
 Sewaktu menjemput anaknya ke sekolah, si ibu mencurahkan keluhannya di hadapan para ibu yang lain. Ternyata keluhan para ibu sama. Bingung dalam memutar otak untuk membelanjakan uang penghasilan suami. Tentu saja suami mereka bukanlah pegawai tinggi alias hanya pekerja kasaran. Jika sudah bertemu dengan teman-temannya ternyata para ibu “bingung” tadi bisa berkelakar. Yach… berkelakar tantang berbagai kesulitan dalam menghadapai tantangan hidup.
---
Namun semua pasti akan berakhir. Tak selamanya yang meroket akan di atas terus-menerus. Beberapa puluh dari ratusan kontainer bawang putih telah diluncurkan ke pasaran dari pelabuhan Surabaya. Yakni bawang impor dari Tiongkok. Ratusan kontainer yang masih terjebak di pelabuhan tersebut terkait tata izin yang tak memenuhi syarat. 

Pemerintah yang tak tinggal diam tersebut terus mengupayakan dengan memantau harga di pasar-pasar tradisional. Hasilnya bisa dirasakan bahwa harga mulai menurun. Masyarakat tinggal menunggu harga normal kembali sampai sekitar lima belas ribu rupiah per kilo gram. Meskipun masyarakat sendiri tidak tahu seberapa lama penantian itu harus dilakukan. Memang perlu kesabaran.

Sementara sang juragan yang telah “menyimpan” bawang putihnya di gudang   bolehlah gantian merasa khawatir. Sang juragan yang maunya punya keuntungan besar dengan tabungan bawang putih pasti akan kena batunya jika bawang semakin turun dan harga normal kembali.
Karena itu, mari kita tunggu hasilnya…

20 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...