Rabu, 24 April 2013

Jangan Tembak!



Enak saja manusia. Hanya sekedar memenuhi hasrat atau hobi bisa berbuat semaunya sendiri. Dengan menenteng sebuah senapan berkeliaran ke tempat-tempat yang masih kelihatan hijau. 

Adalah sebuah lahan milik “orang kaya” di belakang rumah yang lumayan luas dibiarkan tanpa ada bangunan. Sedangkan tanah luas di sebelahnya telah dibeli pabrik untuk ekspansi usahanya. Dari lahan kosong itulah kami bisa menghirup udara bersih. Akan tetapi kelak jika tanah tersebut dibuat bangunan maka habislah riwayat komunitas binatang liar yang ada di situ. Mulai dari ular, musang, burung gagak, dan berbagai binantang yang menguntungkan maupun yang merugikan manusia.

Karena adanya pemekaran pabrik sebelah, membuat suasana tak lagi sehijau dulu. Sekarang tak dapat tertemui lagi rerimbunan yang menyejukkan mata. Yang ada hanya pantulan atap pabrik yang cukup menyilaukan mata di siang hari. Tetapi ada untungnya juga, bila malam suasana menjadi terang-benderang. Minimal membuat para “pekerja malam” alias pencuri enggan berkeliaran di sekitar rumah. Mungkin silau dengan lampu-lampu neon di sana-sini.

Nah… untuk menyiapkan masa depan, aku menanam segala pepohonan di sekitar rumah. Selain sengon, tidak ada bibit-bibit tanaman yang aku beli. Semuanya berasal dari biji yang aku tanam. Apalagi jika musim buah, banyak biji yang terbuang. Dari biji-biji yang tumbuh itulah aku menanamnya di sekitar rumah. Memang saat ini aku belum bisa menikmati hasil, tetapi anak- cucuku kelak semoga bisa mengambil manfaatnya. Agar mereka bisa menghirup udara segar di zaman yang semakin modern.

Aku juga berusaha untuk menanam segala macam tanaman keras di sekitar rumah. Memang perlu waktu yang lama untuk menunggu pepohonan itu tumbuh besar. Tetapi setidaknya sengon-sengon yang kutanam telah dapat menaungi mata dari silaunya matahari. Memang sengon sangat cepat pertumbuhannya. Dalam waktu tiga tahun sudah mencapai delapan meter lebih. Apalagi cabang dan rantingnya sengaja kubiarkan tumbuh liar agar bisa menyatu dengan cabang dan ranting pohon-pohon di sebelahnya. Lumayan sejuk.

Dengan mulai rimbunnya sengon-sengon tersebut membuat burung-burung suka tinggal di waktu pagi dan sore hari. Bermacam burung dengan suaranya yang ramai bahkan kadang-kadang anakan burung turun mengetuk-ngetuk jendela kaca kamarku. Seakan dia ingin masuk ke rumah. Tak jarang pula beberapa burung nyasar masuk rumah hingga tak bisa keluar. Betapa damainya hidup menyatu dengan alam. Bersama pepohonan nan rindang dan aneka burung yang setiap saat berebut makan di atas rumah. (menandakan kalau hidup di desa)

Sayang ketenteraman burung-burung sekarang mulai terusik oleh datangnya sang pemburu. Aku tahu sebenarnya para pemburu menembak burung bukan untuk dikonsumsi atau dijual. Mereka berburu hanya untuk menyalurkan hobi menembak. Bagaimana menyadarkan mereka ya?

Kalau dipikir-pikir pemburu adalah orang yang kejam. Jika burung yang tertembak hanya kena kaki atau sayapnya saja, pasti burung tersebut masih bisa hidup. Tetapi tentu hidupnya akan cacat atau tidak normal lagi. Padahal pemburu melakukannya tidak hanya sekali, pemburu selalu melakukan hal yang sama untuk melukai burung. Hanya untuk kepuasan atau menguji kemampuan menembak mereka. Tetapi jika burung sampai tertembak mati, mereka baru mengonsumsinya dalam jumlah banyak. Jika hanya mendapat satu atau dua ekor, mereka tidak berusaha mencari burung yang tertembak tadi. Kasihan nasib burung-burung tersebut. Hingga kadang terjatuh di dalam pekaranganku. Maka ayam-ayamkulah yang senang mendapat bangkai burung yang terjatuh.

Jika hal ini berlangsung terus-menerus, tidak bisa dipungkiri bahwa suatu saat tidak lagi terdengar suara ramainya burung-burung tersebut di atas rumahku. Apalagi sarang-sarang burung tersebut juga diburu pada malam hari dengan menggunakan getah nangka.

Untuk mengingatkan mereka aku tidak punya kewenangan. Karena tanah di sebelahku memang bukan milikku. Juga untuk burung-burung yang tinggal di atas pepohonan yang kutanam, bukankah itu juga burung liar. Tidak ada yang memiliki. Tetapi mereka sungguh mengusik ketentaraman suasana alam yang berusaha kuciptakan. Bukan hanya untuk aku dan keluargaku tetapi juga untuk masyarakat di sekitarku.

“Wahai para pemburu… jangan tembak lagi burung-burung di sekitar kita. Biarkan mereka bebas terbang ke sana-kemari untuk melengkapi kehidupan kita. Bersama rindangnya pepohonan dan sisa-sisa satwa yang lain.” Hanya suara hatikulah yang selalu kuteriakkan dalam hatiku juga.

25 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...