Selasa, 23 April 2013

“Ngundhuh Wohing Pakarti”



Ironis. Di saat muda seorang kakek ini (belum tua-tua amat) bergaya hidup serba keras. Dengan karakter yang temperamen dia berganti-ganti pasangan hidup. Padahal isterinya juga belum dicerai secara resmi. Dalam bekerja mencari penghidupan suka semaunya sendiri. Tidak mau diarahkan oleh orang yang menyuruhnya, padahal profesinya sebagai pekerja “serabutan”. Atau bekerja apapun sebagai pekerja kasar atau kuli bangunan.

Karena sifatnya yang tidak mau diatur oleh “bos”nya maka tidak banyak lagi orang yang suka kepadanya. Hingga para tetangga pun tak mau lagi menyuruh-nyuruh dia untuk mengerjakan sesuatu. Rata-rata merasa jera menyuruh kakek yang tidak bisa menuruti permintaan, bahkan justru menjengkelkan dengan nada bicaranya yang kasar. Karena itulah dia dijauhi dan menjauhi keluarganya.

Akhirnya dia tidak mempunyai pekerjaan. Kegiatannya hanya nongkrong di tepi jalan sambil mengelabui masyarakat untuk mencari penghasilan dengan cara berbohong. Banyak korban kebohongannya, misalnya dia minta saku karena sakit-sakitan dan katanya tidak ada lagi yang mau menolong. Maka masyarakat yang iba pun selalu mengulurkan tangan.

Kesalahannya adalah setelah mendapatkan santunan, dia selalu menggunakannya untuk hal yang negatif. Entah untuk bermain perempuan ataupun membeli “nomor” judi. Inilah yang membuat masyarakat sangat gemas dengan kelakuannya. Di samping itu dia juga terbiasa panjang tangan. Sehingga tak peduli barang apapun milik tetangga bisa raib.

Usianya yang semakin tua membuat kakek sakit-sakitan. Sebenarnya telah banyak orang yang menolongnya. Namun dia selalu mengingkari pertolongan itu, kadang malah memfitnah penolongnya. Warga masjid di sebelahnya juga sudah berupaya membantu tapi dia justru murtad.

Pihak gereja pun telah mendekati untuk menolongnya, namun sama halnya dengan lingkungan masjid. Setelah santunan habis dia tak mau lagi direkrut untuk kepentingan agama. Maka dia tidak ikut agama apapun.

Semakin menambah rasa tidak simpati warga. Maka masyarakat membiarkannya saja. Hingga dia akhirnya membuat gubug sendiri di pekarangan warga. Naas, di saat dia sakit-sakitan tiba-tiba gubugnya terbakar. Dia semakin stres. Akhirnya tidur di mana saja dia ingin tidur. Bisa di teras-teras rumah tetangga. Mau kembali ke rumah isterinya yang telah lama ditinggalkan, tetapi isterinya tidak mau menerima.

Semakin menderita hidupnya. Dia makan dari rumah satu ke rumah lainnya. Terakhir dia dalam kondisi sangat tertekan dengan melucuti pakaiannya. Tidur di rumah warga kemudian diusir dengan ditumpangkan ke sebuah becak. Oleh tukang becak si kakek diturunkan di sebuah pos kamling. Tetapi warga menolaknya hingga oleh tukang becak dikembalikan di kebun tempat gubugnya terbakar.

Hingga di siang hari seorang anak menemukan si kakek dalam keadaan tidur di tanah. Anak kecil tersebut memberitahukan kepada orangtuanya kalau kakek tersebut jatuh di kebun. Ternyata si kakek telah meninggal dunia dalam keadaan yang sangat mengenaskan.Tidak ada yang melayatnya. Akhirnya warga merawat jenazah dan mengebumikan dengan layak.

Isteri-isterinya, baik yang syah maupun yang tidak syah tidak lagi mau berurusan dengan jenazahnya. Betapa malang nasib si kakek. Meninggal dalam keadaan tidak punya siapa-siapa dan tidak punya apa-apa.

Pelajaran untuk semua yang masih hidup. Bahwa selama masih hidup, kita usahakan bisa berbuat baik untuk sesama. Berbuat baik tidak harus berupa materi, tetapi bisa berupa perbuatan. Bahkan hanya dengan senyuman bisa membuat orang lain bahagia.

Orang Jawa mengatakan “Ngundhuh wohing pakarti” artinya memetik hasil perbuatan sendiri. Jika selama hidup berbuat baik dengan sesama maka kelak akan memperoleh balasan yang baik. Tetapi jika perbuatan manusia sangat menjengkelkan orang banyak bahkan Tuhan maka kelak juga akan mendapat balasan dari Tuhan. Yaitu balasan sesuai dengan amal perbuatan selama hidup. 

Bukan berarti kisah nyata ini untuk mengungkit kejelekan almarhum, tetapi untuk mengingatkan kepada saya sendiri dan semuanya bahwa segala perbuatan manusia ada hasil yang dipetik di kemudian hari.

20 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...