Begitu
pengawas UNAS membuka amplop bersegel, saat itu juga bertanda tanya, “Kok,
naskah soal ada dua bendel.” Soal bersampul dan tidak bersampul. Padahal sebagaimana
biasa di tahun-tahun kemarin, soal UNAS hanya terdiri atas satu bendel. Hari pertama
adalah jadwal bidang studi Bahasa Indonesia. Dalam keadan penasaran akhirnya
pengawas pun membagi soal bersampul satu demi satu. Menyusul kemudian soal tak
bersampul. Tak lupa pengawas meminta siswa untuk mengecek kelengkapan soal
mulai dari nomor 1-50.
Beberapa
menit kemudian, ramailah peserta dengan macam-macam pertanyaan. Demikian juga
di ruang-ruang yang lain. Para pengawas berhamburan menuju panitia untuk
konfirmasi soal yang tidak seperti biasanya. Panitia pun kalang kabut. Mereka menghubungi
pihak-pihak terkait.
Ternyata
di antara lembar daftar hadir, petunjuk untuk siswa, untuk pengawas, pakta
integritas, ada selembar petunjuk cara pembagian yang berbunyi demikian:
·
Kerjakan nomor 1 sampai dengan nomor 12
dari naskah soal yang tidak bersampul.
·
Kerjakan soal nomor 13 sampai dengan 38
dari naskah soal bersampul
·
Kerjakan soal nomor 29 sampai dengan 50
dari naskah yang tidak bersampul
·
Apabila ada nomor soal yang sama (antara
naskah bercover dan naskah tidak bercover), maka yang dikerjakan hanya soal
dari naskah yang tidak bersampul. Jangan mengerjakan soal dengan nomor yang
sama dari kedua naskah.
·
Setelah selesai mengerjakan seluruh
soal, masukkan naskah soal yang bernomor ke dalam naskah soal yang tidak
bernomor.
·
Letakkan LJUN dan seluruh naskah soal di
atas meja Anda.
Setelah
pengawas memberikan arahan kepada peserta ujian, masih saja ada masalah. Ada beberapa
peserta yang lapor bahwa nomor 13 tidak ada. Kacau lagi, harus menunggu lagi
untuk konfirmasi ke yang berwewenang. Sekitar 15 menit kemudian ada pengumuman
bahwa nomor yang tidak ada tersebut terpaksa harus dikosongi. Dengan catatan
pengawas harus mencatat kejadian tersebut dalam berita acara.
Kebijakan
baru ini membuat peserta harus berpikir dua kali. Harus mengurutkan nomor soal
dengan benar, juga harus mengerjakan soal dengan benar. Hal ini tentu menambah
beban peserta ujian. Apalagi sebagian waktu terbuang gara-gara “hal baru” ini. Kecuali
kalau sebelumnya telah disosialisasikan masalah yang seperti ini, sehingga baik
penyelenggara maupun peserta ujian siap dengan segala perubahan.
Kediri, 5 Mei 2014
iya kacau luar biasa, saya coba scan barcode tiap lembar trnyata berbeda kodenya. Bgmn nnti klau d scanner LJK nya tidak ssuai dengan barcode content soal..
BalasHapusSmoga pihak diknas sudah punya antisipasi untuk masalah ini
Iya, smg aja. Ketakutan itu ternyata melanda ke berbagai daerah ya.... Mbak Faiza di wilayah mana?
BalasHapus