Jumat, 08 Februari 2013

Over Protektifkah Aku?



Maunya sih, membuat “Rumahku adalah Surgaku”. Membuat seisi rumah betah untuk tinggal dan selalu merindukan rumah seusai beraktivitas. Pun jika liburan, kalau bisa anak-anak selalu ada di rumah. Karena itu, sebagai orang tua sebisa mungkin (berdasarkan kemampuan) memfasilitasi kebutuhan anak selama di rumah.
Tak tega jika anak-anak harus keluar rumah untuk bermain. Ekstrim juga sih… jika melarang-larang anak untuk bermain dengan dunia luar. Anak-anak punya dunia sendiri bersama lingkungannya. Sedangkan orang tua, maunya anak-anak dikekang harus ada di rumah terus. Kasihan juga orang tua yang punya pemikiran demikian, salah satunya aku.  Inilah kemauanku, tapi aku harus tahu realita sosial.
Masih segar di ingatan. Waktu masih remaja dan kuliah di Jogjakarta. Seringkali tiap malam Minggu kakakku mengajak untuk cuci mata ke Malioboro. Kadang juga bermain bola bersama keluarga kakak di gedung Fakultas Ekonomi Jogjakarta. Baik juga niat kakakku untuk mengajak bersenang-senang. Tapi apa yang kurasakan? Hampa saja. Memang aku ikut bermain dengan keponakan-keponakan, tapi perasaan tetap tak gembira. Bagi keluarga kakak, hal seperti ini sangat menyenangkan. Bisa berkumpul keluarga setelah seminggu jenuh dengan pekerjaan dan sekolah. Sedangkan aku perlu situasi yang berbeda juga. Aku tetap memerlukan kehadiran teman sebaya. Teman kuliah, walaupun sama-sama seorang wanita. Bagiku, teman bisa diajak ngobrol sesuai usia tema remaja.
Setelah menjadi orang tua, ternyata aku egois juga. Keinginanku untuk selalu memantau kegiatan anak begitu kuat. Setiap anak izin bermain, aku akan selalu mencari tahu dia sedang apa dan dimana. Apalagi anak remaja putri, seolah-olah aku harus menjaganya dari bangun sampai tidur kembali. Aku tidak mau teledor dalam pengawasan.
Tentu saja anak-anak punya rasa kecewa terhadap tindakanku ini. Anak tidak bisa bebas dengan kegiatannya. Mereka perlu teman untuk mengungkapkan segala kegiatan yang mereka alami ataupun rencana-rencana yang akan mereka bahas. Bahkan kadang juga belajar kelompok. Berat sekali melepaskan kata “izin” kepada gadisku.  Untung aku mengenal teman anak-anakku. Sehingga aku pun paham dengan karakter mereka.
Pada dasarnya aku paham betul dengan sikapku yang over protektif. Tapi kenapa aku juga sulit untuk membiarkan anak-anak untuk bebas izin bermain keluar. Aku terlalu takut dengan dunia luar. Kudapati di lingkungan banyak kejadian yang tak diinginkan oleh orang tua. Anak-anak remaja yang menjadi korban kebebasan bergaul. Hasilnya bisa ditebak oleh siapapun. Banyak remaja hamil di luar nikah atau terjebak narkoba.
Korban pergaulan tidak hanya dialami remaja putri namun juga remaja laki-laki. Para remaja yang dibiarkan bebas oleh orang tuanya menghasilkan dampak yang sangat negatif. Berbagai karakter muncul begitu saja setelah remaja terpengaruh dunia luar. Kalaupun karakter yang muncul semakin positif tentu orang tua akan menjadi senang. Misalnya anak menjadi mandiri, atau menambah kedewasaan berpikir.
Tapi yang muncul justru sebaliknya. Kebanyakan para remaja  menjadi lebih bersifat keras, tidak peduli dengan orang tua, pembangkang, dll. Tentu hal seperti ini yang menjadikan orang tua semakin takut dengan perubahan-perubahan sifat anaknya. Hingga orang tua harus meningkatkan proteksi pada putra-putrinya.
Hal yang sangat kontroversi dengan keinginan anak. Sementara orang tua ingin melindungi anak dari pengaruh-pengaruh negatif tetapi anak merasa tidak nyaman. Pada umumnya anak merasa percaya diri dan mampu melindungi diri mereka sendiri. Sehingga mereka tidak ingin lagi seperti “anak mama” yang ke mana-mana dipantau.
Di sinilah perlunya ada komunikasi antara orang tua dengan anak. Apa keinginan orang tua dan apa keinginan anak. Hal yang bisa dibicarakan bersama dan mengambil solusinya. Sehingga tidak merugikan kepentingan orang tua dan anak.
                                                                                                8 Februari 2013

2 komentar:

  1. sy sih paham kekhawatiran org tua krn sy juga seperti itu tp ya sy sadar juga kl terlalu "mengikat" anak gak bagus juga buat mereka.. Baru2 ini sy juga bikin postingan spt itu mbak..

    http://www.kekenaima.com/2013/02/kepercayaan.html

    Salam kenal ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduuuuh ternuyata kita sehati ya... Terima kasih, Mbak Myra...
      Senang berkenalan dengan Anda.

      Hapus

Ada Apa Hujan? (Contoh teks 100 kata)

Konten             : Teks Informasi Konteks           : Sosial   Ada Apa Hujan? Musim hujan telah tiba. Terkadang di suatu daerah hu...