Anak
adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dititipkan kepada pasangan suami-istri. Untuk
itu orang tua tidak akan menyia-nyiakan kesempatan mendapat amanah dari Tuhan
ini. Orang tua pasti akan menjaga dan melindungi buah hati dengan segala kemampuannya.
Pun seputar pendidikannya akan menjadi tanggung jawab orang tua. Karena anak
dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih. Bagaimana kebersihan jiwa dan raga
setelah dewasa juga masih tetap menjadi tanggung jawab orang tua.
Perlindungan
anak selepas dari rumah masih harus terpantau. Baik di lingkungan masyarakat
tetangga maupun lingkungan sekolah. Banyak kejadian yang tak diinginkan
tiba-tiba saja menimpa pada anak-anak selama berada di luar rumah. Karena
pergaulan di luar rumah sangat kompleks dengan berbagai latar belakang anak.
Di
luar rumah, banyak pembentukan kelompok-kelompok kecil sejak anak-anak usia TK.
Mereka saling mendekat dengan kawan yang bisa memahami dan melayani apa maunya
si anak. Sedangkan teman yang dianggap tak bisa memahaminya, akan dijauhi
karena merasa tidak sehati. Di sini mulai terjadi kenakalan-kenakalan. Berebut,
bertengkar, mencubit, menjambak, sampai menangis.
Jika
anak mempunyai keberanian, pasti akan melawan. Tetapi jika anak hanya bernyali
kecil tentu akan merasa takut. Bahkan menangis pun kadang juga tidak ada
keberanian. Pernah penulis melihat sendiri kejadian di TK tempat buah hati
bersekolah. Seorang anak yang orang tuanya berprofesi sebagai seorang “Angkatan”
berkata-kata pada lawannya bahwa dia punya pistol, kalau ada teman yang melawan
dia pasti akan ditembak bapaknya. Hampir tiap hari pertengkaran demi
pertengkaran anak tersebut dilakukan.
Anak
yang merasa punya power pasti akan senang melihat temannya lemah. Hal ini akan dimanfaatkan
untuk menggoda, mengejek, sampai mengajaknya untuk berkelahi. Jika tidak ada
pengarahan yang cukup pada anak yang “nakal”, hal ini akan dibawanya sampai
remaja bahkan dewasa. Kenakalan yang terpupuk akan merembet pada teman-temannya
hingga membentuk geng. Geng baru ini akan menjadi “hantu” bagi anak-anak yang
bernyali kecil.
Fakta
bisa dilihat bahwa banyak terjadi pemalakan, penghinaan, kekerasan fisik, dan
lain-lain di sekolah. Geng anak nakal akan merasa puas jika teman-temannya
menjadi korban. Terutama mereka mencari sasaran anak orang kaya tetapi penakut.
Mereka bisa bullying, menakut-nakuti untuk minta uang. Mereka mengancam jika
korban melapor pada guru atau orang tua.
Sebagai
orang tua tentu tidak ada yang menginginkan anaknya menjadi korban bullying.
Bullying adalah suatu gertakan yang dilakukan oleh orang lain. Sebagaimana
ungkapan di atas bahwa beberapa anak yang terlibat dalam geng memang suka
bullying atau menggertak dengan maksud memperoleh kepuasan. Anak yang bernyali
kecil tentu akan didera rasa takut yang berlebihan.
Pada dasarnya berbagai masalah anak
telah muncul secara langsung ataupun tidak langsung. Misalnya permasalahan
semenjak anak bangun tidur telah terbawa masalah dengan pemaksaan bangun. Dilanjutkan pemaksaan makan pagi bagi yang
sulit makan. Berangkat sekolah ogah-ogahan karena punya teman yang suka
mengancam (bullying). Belum lagi menghadapi guru yang mungkin galak karena
bidang studi tertentu yang dirasa sulit. Sehingga perlakuan kasar guru juga
memperburuk keadaan. Maka kecemasan anak akan menjadi-jadi.
Setidaknya para orang tua membekali
diri pada setiap anak untuk bisa bertindak minimal melindungi diri sendiri.
Membangun rasa percaya diri pada anak. Melatih berani untuk mengungkapkan
sesuatu yang bertentangan dengan nuraninya juga minimal menghindar dari hal-hal
yang mmengancam keselamatannya.
Dukungan kepercayaan diri kepada
anak yang bernyali kecil tersebut memang sangat penting. Apalagi jika anak hidup
dalam berbagai lingkungan. Misalnya lingkungan tetangga, lingkungan sekolah,
lingkungan les, maupun lingkungan keluarga.
Namun yang perlu orang tua pikirkan
lagi adalah jika anak ternyata bukan korban bullying tetapi justru pelaku
bullying. Hal ini tentu saja juga akan menjadi permasalahan yang juga menjadi
prioritas. Anak yang berperilaku keras telah tampak bagaimana kesehariannya
selama di rumah. Jika ada orang tua yang tidak mengetahui perkembangan anaknya
selama di rumah berarti memang orang tua tersebut sangat sibuk. Dengan berbagai
kesibukannya orang tua menyerahkan pengasuhan anak kepada asisten. Kejadian ini
membuat setiap orang tua bisa introspeksi diri apakah tugas atau amanah yang
diberikan Tuhan telah dilaksanakan dengan baik atau belum. Jika belum memang
sebaiknya orang tua membuat perubahan pola hidup dengan berbagi antara suami
dan istri untuk lebih mengintensifkan pengasuhan anak.
Dengan kedekatan hubungan anak
dengan orang tua maka akan membentuk kepercayaan diri pada anak. Anak yang
merasa selalu dalam pengawasan dan perlindungan orang tua. Anak yang selalu
mendapat bimbingan dalam bertuhan. Karena dengan pendekatan diri pada Tuhan,
akan membuat semua orang takut untuk menjalankan hal-hal yang buruk.
Dengan demikian, baik anak sebagai
korban atau pelaku bullying orang tua tetap mempunyai kewajiban untuk segera
mengatasinya. Sebelum hal tersebut berlarut-larut sampai anak menjadi dewasa.
5 Februari 2013
tulisan yang bagus...........sangat bermanfaat........salam kenal......
BalasHapusWaduhh lama baru buka kembali. Terima kasih atas atensinya. Salam kenal kembali, senang bisa komunikasi lewat blogger ini.
Hapus:( aku sedih kalau ada anak yang kena bullying dan sebel sama yang suka ngebully.
BalasHapusTapi ya gak bisa dipungkiri yang ngebully itu juga produk manusia dewasa.
Ma kasih sharignya Mak.
Iya, Mak. Sama-sama, barangkali tulisan ini bisa menjadikan kewaspadaan untuk kita semua.
Hapus