Menulis puisi sejak bergabung
Persada Studi Klub Jogjakarta pada 1970-1980. Tiga kumpulan puisinya pernah
diterbitkan: Reportase yang Menakutkan,
Ki Ageng Miskin, dan Musim Hujan Datang di Hari Jumat. Alamat email: mustofawhasyim@gmail.com
Jawa
Pos, 23 September 2012
Lumut
di Sekujur Tubuhmu
Lumut di sekujur tubuhmu
mewartakan nafas alam
dan
lautan menyembunyikan
usia
di balik senyum dan jernih mata
Lagu
segar senantiasa mengurai
dari
semua pori-pori rindumu
pada
musim kemarau dan hujan sekaligus
sunyi
diseretnya, menuju cakrawala
untuk ditenggelamkan
Lantas
muncullah keajaiban itu
sari
setiap serat lumutmu
tumbuh
sayap-sayap kata
senantiasa
berbunga
setiap diucapkan
Aku
terpenjara batu karang
tidak
sempat meronta jiwa
hanya
berdoa untuk keabadian
air
matamu menggenang
danau jiwa.
Inilah Kota
Inilah
kota, tempat hilang nama
hilang
waktu, hilang harga
dan
hilang cahaya
selalu
ada perjalanan, membelenggu jiwa
Mimpi-mimpi
menjadi sepatu,
menjadi
tinju, menjadi tarian
menggapai
kosong langit, jingga
dan
senyap menyergap kata
Anak-anak
memecahkan badai
melarikan
bayang-bayang
menghimpun
janji
membidik
cakrawala
Menghilangkan
pilu rumah
malam,
minum teh jahe
cakar
bakar dan segumpal nasi
dongeng
dibangunkan dari tidurnya
“Kapan
dia pulang dari rumah sakit?”
“Karena
sembuh atau parah?”
:Hancur
ginjal karena minuman”
“Penambah
tenaga, itu soalnya.”
Kampung
dan kuburan
tempat
ibadah dan bis tua
keran
air mengucurkan doa
“Ampunilah
kebodohanku ya Tuhan.”
Masih
juga kota, siapa membariskan
cita-cita,
di persimpangan jalan?
Siapa
menghardik kehendak perempuan rapuh
di
rapat dinas dan persidangan?
Ini
beta
buram
penuh
ludah
luka.
2012
Coba Hempaskan
Kenangan
Coba
hempaskan kenangan
lewat
jendela hotel
menaklukakan
percakapan
sempat
menjerat sukma
di
bawah ada pantai
tanpa
pasir membentang langkah
taman
dan kursi
kosong
dalam hangus siang
siapakah
sebenarnya tidak mau pergi
menyongsong
angin?
siapakah
sebenarnya tidak mau
melanjutkan
teka-teki?
wajah
diawetkan tetap rapuh
disergap
gelisah batas nama
dan
retakan janji pertaa
bukan
bendera yang menyerah
tapi sapu tangan luka.
2012
Di Bandar Udara Kudengar
Suaramu
Desing
mesin, pesawat menyentuh tanah
kembali
suci setiap hati, lewat senyum
lepaskan
sabuk pengaman dan gerakkan sendimu
mulailah
bersuara lembut kepada orang terdekat
Langit
yang tadi kau lewati, telah mengatupkan debu
Gumpalan
awan digembalakan ke sudut angkasa
Turun
tangga dan rasakan hawa berbeda di bawah sana
Taak
usah berdebar lagi karena engkau selamat
Dalam
perjalanan menuju ruang bagasi
kudengar
suaramu, gema jiwamu, naifmu
“Lho,
Kak, kita tadi satu pesawat ya?”
“Ya,
tadi aku ngantuk sekali, tidak melihat siapa-siapa.”
“Pulang?”
“Saya
sudah ditunggu”
“Salam
untuk malam yang sunyi.”
“Burung-burung
bergabung dengan keluarga.”
Persilangan
waktu
sedih
dan amarah purba
segera
lempar jauh
ke
seberang sejarah hidupmu.
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar