TERPAKSA BERBOHONG
BABAK I
(Ayah telah pulang dari
bekerja. Bersama ibu ayah menunggu anak kesayangan pulang dari sekolah barunya.
Kali ini Doni telah mengikuti pelajaran di SMK Arrahmah, setelah selama
seminggu mengikuti Masa Orientasi
Siswa)
Ayah : Hari gini, kok anak
kita belum pulang ya, Bu... tentu dia
lapar.
Ibu : Iya,
Yah. Aku juga khawatir. Sekolahnya jauh, pulangnya siang. Bagaimana nanti kalau
dia sakit maag. Aduh... kasihan dia. Bekal nasi sosisnya tadi kira-kira sudah dimakan apa
belum ya, Yah?
Ayah : Moga-moga aja, sudah.
Nah, itu dia, Bu... suara motornya. Ayo kita ke depan.
(Terdengar suara motor
Doni datang. Ayah ibunya tergopoh-gopoh menyambut kedatangan Doni, anak
satu-satunya)
Doni : Assalamu’alaikum
... (dengan lemas Doni mengucapkannya)
Ayah/Ibu :
Wa’alaikum
salam.
Ayah : Gimana, Don? Kamu sehat?
Doni : Sehat yah... Cuma lapar
aja. Padahal tadi Doni sudah makan lo, Yah...
Ibu : Kasihan
... anak ibu. Sudah sholat
kamu?
Doni : Sudah dong, Bu... kan
sebelum jam terakhir sholat jamaah.
Ayah : Bagus dong, sana segera
cuci tangan dan kaki. Nanti ayah
dan ibu temani kamu makan.
(Sebelum ke belakang,
Doni menyerahkan selembar kertas dari sekolah. Doni tahu kalau ayah ibunya akan
banyak komentar tentang isi surat tersebut. Dia segera ke belakang untuk cuci
tangan dan kaki)
Ayah : Don...
cepet sini!
Doni : Sebentar,
Yah... Doni ganti baju dulu.
(Bersungut-sungut
ayah memberitahu ibu tentang isi surat edaran tersebut)
Aya : Lihat
ini, Bu... Apa ini? Surat pernyataan persetujuan mengikuti kegiatan Pramuka.
Bah! Aku tidak setuju!
Ibu : Apa?
Suruh ikut Pramuka? Ada-ada saja sekolah ini.
Ayah : Pramuka hanya membuat
capai saja. Sekolah tidak tahu kalau Doni anak yang tidak terbiasa susah. Kalau disuruh susah-susah, apa mau mereka menanggung? Seandainya terjadi
apa-apa sama anak kita.
Ibu : Nggak
boleh! Anakku nggak boleh sengsara.
Apalagi kalau kemah, haduh.... pusing.... deh! Nggak bisa dibayangkan betapa
susahnya anak kita, Yah!
(Doni telah mendengar
percakapan kedua orang tuanya dari belakang, dia segera duduk bersama mereka)
Ayah : Apa ini, Don? Kamu
disuruh masuk Pramuka! Ayah nggak suka!
Ibu : Ibu
juga, Don! Nanti kamu bisa kurus dibuatnya. Lihat itu tetangga kita si Rini!
Sudah perempuan, ikut Pramuka lagi. Lihat badannya jadi hitam kan?
Doni : Ah,
ibu ini bercanda. Rini kan memang hitam, Bu. Ayah ibunya saja juga hitam.
Ayah : Lalu, kamu sendiri
bagaimana, Don?
Doni : Doni sih, ingin
mencoba, Yah... selama seminggu kemarin aku suka di situ. Banyak tantangan yang
selama ini tidak pernah Doni dapatkan,
Yah.
Ayah : Tapi itu kan
membutuhkan kekuatan fisik. Tidak! Nanti kamu sakit! Selama ini ayah dan ibu berusaha membesarkanmu dengan
susah payah. Kamu tidak pernah kami izinkan untuk bermain keluar karena di luar
sana banyak pengaruh negatif.
Doni : Tapi Doni sudah SMA lo,
Yah... Doni pingin tahu dunia
luar. Selama ini Doni hanya terkungkung di rumah.
Ibu : Kamu
ini ngomong apa sih, Nak... Kamu mulai mau membantah ya? Belum masuk resmi jadi
anggota Pramuka sudah mau membantah. Apalagi kalu sudah jadi Pramuka. Huh! Cape deh...
Doni : Ibuku tersayang...
bukan maksud Doni membantah, Bu... terimakasih deh buat kebaikan ayah dan ibu
selama ini. Ayah dan ibu selalu memanjakan
Doni hingga akhirnya
Doni tak bisa apa-apa begini.
Ayah : Heh, apa maksudmu! (ayah berdiri mulai kesal)
Doni : Enggak...
enggak kok Yah, maafkan Doni, Yah (Doni
minta maaf sambil mencium tangan ayah)
Ibu : Sudah,
kamu makan aja dulu!
BABAK II
(Di sekolah, Doni
bercerita permasalahan perjalanan hidupnya yang dimanjakan hingga keinginannya
untuk mandiri dengan teman-teman dan kakak kelasnya yang tergabung dalam
Pramuka)
Doni : Tolong
dong, bantu aku dalam memecahkan masalah ini. Aku benar-benar ingin ikut
Pramuka.
Raka : Kamu berontak saja,
Don! Orang tuamu kolot sih.
Doni : Jangan,
orang tuaku tidak bisa menerima kekerasan. Apalagi ayahku punya penyakit
jantung. Bisa kaget dia nanti.
Jaka : Begini
saja, kalau kamu betul-betul menginginkan ikut Pramuka. Kamu harus sedikit
berbohong demi kebaikan. Kamu bisa ikut latihan dua kali seminggu sepulang
sekolah.
Doni : Terus kalau aku ditanya
kenapa pulang sore gimana?
Jaka : Kamu
kan bisa mencari alasan ikut kegiatan yang orang tuamu sukai. Kamu biasanya
suka apa sih?
Doni : Aku suka bermain musik.
Waktu SMP aku les piano.
Raka : Nah, itu dia... bisa
kamu manfaatkan
(Tiba-tiba datanglah Dini dan Udin mengganggu
diskusi tersebut)
Dini : Assalamu’alaikum,
Bro... sudah pada makan nih?
Raka : Sudah, makan angin.
Udin : Huh, makanya dari tadi
aku selalu mencium bau sesuatu. Pasti kamu Raka yang selalu keluarkan angin.
Raka : Kok, bisa begitu?
Udin : Ya
iyalah... lawong kamu suka makan angin... jadi keluarnya pun berupa angin...
dhut... dhut... dhut... ha ha ha
(Semua ikut tertawa atas ulah Udin yang
memang suka bercanda)
Dini : Jangan
khawatir, Rak! Ini kami bawakan dari rumah. Ibuku tadi goreng tahu banyak
sekali. Tiba-tiba kakakku
telfon kalau mau menjemput. Ibuku diajak ke rumahnya. Nih, dari pada di rumah
nggak ada yang makan.
Udin : Heh, heh... tadi yang
bareng dengan kamu
siapa? Aku kan? Kenapa bukan aku yang pertama kali kau beri tahu. Mana aku
ambil dulu! (Udin pura-pura marah dan
makan tahu)
Raka : We..e ..e... enak saja,
mana satunya buat aku! (Raka mengambil
tahu di tangan Udin, sementara di mulut Udin juga masih ada satu tahu yang
masih dikunyah)
Jaka : Haduh...
kalian ini tetep... aja seperti anak kecil. Lihat tuh, Don! Seperti inilah
keceriaan yang ada dalam Pramuka. Mereka bertengkar, tapi hanya pura-pura.
Doni : Iya yah... jadi membuat
kangen kalau begini! (Tertawa
melihat tingkah laku mereka)
Udin : Heh! Siapa bilang
pura-pura, aku marah beneran! (sambil
melotot) Lihat
nih mataku! Lihat mataku! Aku melotot kan?
Semua : Ha … ha … ha …
Raka : Kalian
ini tidak tahu kalau ada teman yang perlu bantuan pemikiran nih. Kasihan nih si
Doni. Dia dilarang orang tuanya untuk ikut bergabung
dengan kita.
Udin : Siapa yang melarang
anaknya Pramuka? Sini suruh menghadapi aku!
Dini : Memang
kamu berani?
Udin : Berani? Suruh dia ke
sini! Nanti aku akan berlari ke belakang...
Semua : Hu... dasar Udin penyok! Penyok!
Penyok! Penyok! (Semua pura-pura menggebug punggung
Udin)
Jaka : Ya
udahlah, Don! Nanti kamu bilang ke orang tuamu kalau kamu ikut latihan musik
saja. Kan di Pramuka juga ada latihan musik dan menari.
Doni : Oh...
gitu ya (sambil tersenyum) oke... oke
... aku setuju. Berbohong sedikit demi kebaikan yang ingin kucapai.
(Selama beberapa bulan Doni
berlatih Pramuka. Banyak kegiatan yang diikutinya. Doni mulai memiliki
kepercayaan diri. Dia merasa mulai bisa melakukan apa saja. Tentang hal-hal
yang bersifat mandiri. Di rumah dia sering membantu ibunya untuk beres-beres
rumah. Hal yang sebelumnya tidak pernah dilakukannya. Hingga suatu saat sekolah
mengundang wali murid dalam acara kegiatan sekolah )
BABAK III
(Dalam suatu acara, ayah Doni datang lebih
awal. Dia bermaksud hendak menanyakan seluk-beluk anaknya selama di sekolah)
Ayah : Assalamu’alaikum, Pak
Guru...
Guru : Wa’alaikum salam. Mangga...
mangga..., Pak. Putra Bapak bernama siapa, kelas berapa?
Ayah : Anak saya Doni, Pak. Dia kelas sepuluh.
(Guru yang
telah mengerti permasalahan Doni pun mengangguk-angguk dan mempersilakan ayah
Doni untuk duduk)
Guru : Nanti Bapak akan mengerti kegiatan Doni selama
di sekolah melalui layar proyektor, Pak.
Ayah : Dia masih suka musik kan, Pak?
Guru : Tentu, Pak. Dia tidak akan meninggalkan hobi
musiknya di samping kegiatan lain. Bapak tunggu saja ya… Mangga, sekarang Bapak
menunggu sejenak.
(Saatnya
tiba wali murid melihat tayangan atau video tentang kegiatan siswa-siswi SMK
Arrahmah. Ayah Doni kelihatan tercengang setelah melihat Doni ternyata ikut
Pramuka. Beliau hendak marah namun ditahan. Ayah Doni mencoba bersabar sambil
mengikuti kegiatan-kegiatan berikutnya. Tiba-tiba secara tak sadar ayah Doni
berkata keras)
Ayah : Yang bener nih? Donikah ini?
Guru : Benar, Pak. Memang kenapa?
Ayah : Doni? Dia bisa begitu? Kalau ibunya tahu, dia
pasti tidak percaya.
Guru : Itulah, Pak. Kegiatan di SMK Arrahmah insya
Allah positif. Doni dulu manja, takut menghadapi sosial, tidak PD dengan apa
yang akan dilakukan. Sekarang Bapak lihat sendiri kan hasilnya.
Ayah : Doni… Doni… ayah baru sadar, Nak… ibumu tentu
akan bangga dengan dirimu (bergumam) Sekarang
kamu pinter. Kamu bisa lincah dan adaptasi dengan alam. Ternyata bermain musik
tidak harus di panggung. Kamu bisa bermain musik di mana saja. Bahkan di
lapangan kamu tetap bisa menyalurkan hobimu.
Guru : Ya… semuanya memang perlu proses, Pak
Ayah : Terima kasih, Pak Guru. Sekolah telah
menggulawentah anak saya demikian hebat. Dia bukan anak cengeng lagi sekarang. Bisa
saya menemui dia, Pak?
Guru : Oh, bisa… bisa…, Pak
(Guru memanggil Doni untuk bertemu dengan ayahnya)
Guru : Nah, ini dia putera kebanggaan, Bapak
Ayah : Doni… ayah bangga sama kamu, Nak… Kamu bisa
hebat begitu. Ternyata Pramuka membuatmu jadi mandiri.
Doni : Maafkan Doni, Ayah… terpaksa Doni berbohong
untuk ikut Pramuka. Karena Doni tahu kegiatan Pramuka memang Doni perlukan. Doni
bukan anak kecil lagi, Ayah… Doni juga ingin mandiri seperti teman-teman.
Ayah : Kamu saya maafkan, Nak…. Sekarang mata ayah
baru terbuka. Bahwa Pramuka tidak sekedar membuat anggotanya sengsara. Di
dalamnya terdapat banyak manfaat.
Doni : Tentu, Ayah… dan yang penting saya tetap bisa
main musik kan? Bahkan saya bisa menari…
Ayah : Iya… iya … betul, Nak… sekarang ayah
perbolehkan kamu ikut kegiatan apa saja di SMK Arrahmah. Nanti ibumu juga pasti
akan sependapat dengan ayah.
Doni : Terimakasih, Ayah… (mereka berpelukan)
(Diam-diam
Pak Guru memanggil teman-teman Doni untuk menyaksikan adegan anak dan ayah yang
berpelukan tersebut. Mereka menyalami ayah Doni dengan penuh rasa hormat)
Doni : Ini teman-teman Doni, Yah …
Ayah : Aduh….. bangga sekali bertemu dengan anak-anak
hebat seperti kalian. Terimakasih atas kerja samanya ya …
Anak-anak : Sama-sama, Om…
(Mereka pun
mengikuti acara kegiatan sekolah sampai selesai)
Oleh : Luluk Nur Rohmawati
Sabtu : 16 Agustus 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar