Lahir
dan tinggal di Surabaya; pernah menjadi koordinator grup diskusi sastra “Sanggar 6 Januari 73”, anggota pleno Dewan
Kesenian Surabaya. Puisi-puisinya termuat dalam antologi bersama “Doa Tangan
Tangan” (Bengkel Muda Surabaya, 2007), anggota tim kerja majalah Alur Dewan
Kesenian Surabaya.
Jawa Pos, 27 Mei 2012
Banyu Urip
Banyu
Urip adalah cerita para urban
yang
mengais nasib di kota para pejuang dan pengkhianat
yang
terus bergulat untuk menjadi pemenang atau pecundang
Banyu
Urip adalah kawasan atas dan bawah
yang
dibelah sepasang kekasih:Kali Banyu Urip dan Jalan Banyu Urip
yang
mengalirkan air keruhnya ke arah Tandes, Kandangan, Benowo
yang
menampung lalu-lintas padat di bagian barat kota
Banyu
Urip adalah buk abang penanda ke rumah penyair “Wartini Ledek Pasar Turi”
Banyu
Urip adalah pohon trembesi pinggir tanggul pengingat ke kontrakan dramawan
“Blakothang”
Banyu
Urip adalah rumah mungil di sudut gang kecil pembuka laci memori senandung
bianglala masa muda
Banyu
Urip adalah cowek sambel welut penggoyang lidah pengenyang perut
Adakah
catatan-catatan ini akan terus tersimpan rapi di kotak kenangan ataukah
berserakan diinjak-injak zaman?
Buk
abang kini telah lenyap
Pohon
trembesi sekarang cuma noktah ingatan
Semoga
gang kecil dan warung belut goreng masih bertahan
di
tengah gemuruh dinamika kota
Banyu
Urip, di tlatahmu orang-orang nunut urip …
Surabaya, Mei 2011
Rungkut
ketika
Mc Donald’s dan retsoran pizza
berdiri
gagah di sudut jalan-jalan itu
kamu
tak gelisah
sebab,
katamu, soto Pak Jayus dan bebek goreng Palupi
masih
dijubeli pembeli
tatkala
Giant dan Super Indo
merangsek
sigap di dekat perempatan itu
kamu
tak gundah
sebab,
katamu, pasar Pahing dan Soponyono tetap diluberi ibu-ibu
tapi,
sejak duet minimarket
mengisi
titik-titik itu
aku
resah, sebab, rak-rak mracanganku
makin
berkurang barangnya
hidup
kok tambah susah
padahal
anakku pingin kuliah
aku
bingung cari siasat
semoga
tak terjebak sesat
Surabaya, April 2012
Tunjungan
Tempat
sejarah dicatat
sesudah
orang-orang marah
merobek
bendera tiga warna
di
hotel menginap tuan penjajah
tempat
kenangan diingat
dalam
lirik dan notasi yang
didendangkan
Mus Mulyadi
(Rek
ayo Rek mlaku-mlaku nang Tunjungan
Rek
ayo rek mlaku-mlaku bebarengan …)
Sejarah
Tunjungan adalah
keringat
dan darah para pejuang
Kenangan
Tunjungan adalah
jalan
kebersamaan para penyayang
Kemarin
aku susuri jalan ini
toko-toko
berubah monumen sunyi
Tapi,
sejarah dan kenangan itu
membuatku
bertahan di kota ini
Surabaya, April 2012
Jembatan Merah
jembatan
itu masih seperti yang dulu
tapi
dekat pertokoan dan plasa itu
tak
ada lagi bunyi desing peluru
hanya
lalu-lalang kendaraan menderu
jembatan
itu masih berwarna merah
tapi
sungainya tak lagi mengalirkan
darah
para pemanggul senjata
cuma
airmata pengais remah-remah kota
akulah
bocah kecil saksi pertempuran itu
akulah
manusia pelaku kehidupan yang kelu
Jembatan
Merah,
di
ujung barat pagar besimu
aku
berdiri penat dan pasrah
Surabaya, April 2012
Wonokromo
KEBUN
BINATANG. Tempat ayah menunjukkan
pelaku dongeng, gajah yang besar kancil yang kecil. (Kelak aku tahu makna lain
dongeng itu: jangan dikira wong cilik tidak cerdik!)
POLSEK
WONOKROMO. Tiga dekade lalu, seorang reporter pemula melihat ibu muda
menggendong balita berkunjung di kantor polisi itu. Di ruang tunggu, balita
berteriak: “Bapak!”, saat melihat laki-laki berdiri di balik pintu jeruji.
Reporter
pemula terhenyak, lantas wajahnya meredup, airmata pun mengembang. (Hati-hati
meniti hidup, banyak lubang dan jurang!)
RSI.
Di sini anak-anakku dilahirkan, kugemakan di telinganya Allah Maha Besar.
(Semoga senantiasa berada di jalur-Nya!)
TERMINAL
JOYOBOYO. Datang, masuk angkot, pergi. (Seperti kehidupan: lahir, masuki jalan
hidup, mati!)
Selebihnya
lalu-lintas padat seputar pintu air Jagir, stasiun kereta api, gedung ludruk,
pegadaian, jalan layang, traffick light, tikungan dekat patung tentara berkuda,
Jalan SMEA, Bendul Merisi, Jetis. (Semakin menebalkan polusi, bikin sibuk
polisi, jadi objek politisi!)
Surabaya, April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar