Lahir di Bandung, 1983. Puisinya
tersebar di berbagai media dan puluhan antologi bersama. Kumpulan puisi
tunggalnya berjudul Kalender Lunar (Dian
Rakyat, 2011). Mendapatkan berbagai penghargaan penulisan karya sastra,
salah satunya Anugerah Sastra Jurdiksatrasia
(2006)
Jawa Pos, 7 Oktober 2012
Berbagi
Meja
kali ini saja
aku berbagi meja dengannya
menuangkan kenangan yang sama
gurat kesakitan akan selalu
terbayang
sampai kita sama-sama melupakan
waktu
suara-suara memenuhi telinga
senyuman itu membuat panorama
berubah
aku memandang sekeliling
tak ada wajahmu
hanya campuran udara panas dan
asing
aku tak dapat menahan segala
kesakitan
sebaiknya kita segera
meninggalkan
ruangan ini
Bumiwangi, 2012
Balet
ini semacam ksedihan
kuda kayu terus berputaran
dan lagu mengalun
siang hari yang terik
hanya ada teriakan-teriakan
dari roller coaster
lorong jalan begitu sepi
aku mencari-cari wajah pagi
tapi tak ada
semuanya kosong
dan aku ingin terus berlari
aku pergi dari rumah
singgah di semua tempat
bertemu banyak orang
dan mencari wajah pagi
ada balom biru di taman itu
dua orang bercakap dalam diam
mereka berpelukan
dan melupakan sekeliling
teriakan seorang wanita yang
dicopet
aku tersesat di terowongan
membuat jalanan macet
dan kehilangan segalanya
kini selamanya hari adalah malam
terus mencari cahaya
berdiri dari stasiun ke stasiun
musik masa kecil mengalun
tak ada tangis
karena aku telah mengkhianati
segalanya
Bumiwangi, 2012
Laut
Telah Pindah Rumah
gulungan ombak telah berpindah
rumah
membawa segala karang, ikan-ikan,
bahkan suara
laut menjadi sepi
segalanya berpulang ke hatiku
riuh bergejolak
burung-burung ramai menandai
suatu tempat
mereka kehilangan permukaan licin
dan basah
tak ada lagi incaran di siang
hari yang berkilau
laut telah pindah rumah
ke hatiku
nelayan bergantungan di dada
perahu-perahu gentayangan
lajunya serupa tangis anak kecil
tak ada angin
selebihnya tinggal kenangan
seperti hari kemarin yang selalu
bergemuruh
aku meninggalkan rumah
membawa buku dan album kenangan
hanya itu
Bumiwangi, 2012
Keluarga
Spora
tiba-tiba aku berada di hamparan
hijau rumput
angin jadi music paling ritmis
di belakang sana gerbang bumi
hampir tertutup
portal itu menguarkan kenangan
aku menatapi lamat-lamat
bingung beranjak
sebuah ayunan bergerak sendiri
kuning serupa matahari pagi
aku tersenyum merasakan kehampaan
inilah kesepian
kematian yang hampir datang dan
aku masih ragu
ayunan itu terus berderit
seolah mengajak
di punggung tas merah ringan
kubawa
di dalamnya ada beragam peta
kompas dan sebotol air
aku haus tapi tak berani membuka
tas
tiba-tiba langit berubah warna
ungu dan oranye
berubah lagi jadi abu-abu
sungguh aku tak pernah suka warna
pelangi
tak pernah suka mendengar
kata-kata suami
aku berjalan kea rah pohhon
kehidupan
memilih bersamamu atau tetap
dalam mimpi
Ruang Ungsi 2, 2012
Angin
Air Asin
wajahmu menyentuh bayang-banyang
laut
merasakan kesepian bibir kapal
memandang pulau di seberang sana
pelayaran baru saja dimulai
dan angin telah mempermainkan
perutmu
kupu-kupu atau suara-suara yang
taka sing
hadir seketika
saat ini
ketika peluit kapal baru saja
terdengar beberapa menit lalu
semua berjumpalitan dalam rahimmu
gelombang menghilangkan kesadaran
kulit berubah rasa
keengganan mulai membuat cemas
beberapa lama lagi harus menunggu
pulau di seberang sana
mulai ditelan pusaran
Bumiwangi, 2012
Weh
dermaga jawabannya
tempat terakhir kita berpelukan
menitipkan air mata pada
masing-masing cerita
ini pulau terujung
dan kita hanya dapat menyaksikan
benteng
peninggalan
aku pergi mengikuti arus laut
sampai ke daratan india
meniggalkan kehangatan cinta
tak ada lagi ciuman
semuanya telah hilang
bersama arus biru
mengawang melesatkan tanda tanya
Bumiwangi, 2012
Pendopo
kami memilih singgah
berusaha membangkitkan kenangan
anak-anak sudah beranjak dewasa
satu per satu meninggalkan rumah
di kursi kayu
kami menemukan keriangan si
sulung
dia pernah merayaan ulang tahun
bersama laki-laki yang kini jadi
suaminya
di meja sebelah kanan dekat pintu
kami masih merasakan kehangatan
ruangan
hari telah malam
lantai masih berdansa dengan
bahagia
kala itu kami merayakan hari
kelulusan si bungsu
saat ini sore telah mengaduk-aduk
warnanya
senja yang berbeda karena mata
kian lamur
hujan di luar dan jemputan belum
dating
kami tak bisa berbuat apa-apa
hanya cinta yang membuat kami
bertahan
dalam badai sekalipun
Bumiwangi, 2012
Kenakalan
Tukang Cat
dia yang berburu pekerjaan
melapisi setiap dinding rumah
dengan kenangan
lapis pertama, untuk si anak awal
layang-layang
dari daun kering
melepaskan
semua mimpi
si
anak awal langsung menuju langit
dan tak ingin berpijak
ia percaya, tangannya akan
berubah menjadi sayap
tersenyum saat cat mengguyur
tubuh biru
lapis kedua, agar dinding tak
cepat kusam
dipilihlah warna serupa tubuh
telanjang dan memar
segalanya begitu terasa
kenangan telah memecah mimpi
goresan membentuk sejarah baru
bersama matahari ia mongering
pilihan warna diprotes pemilik
rumah
tukang cat tersenyum
dia melukis seolah malam adalah
dirinya sendiri
lupa bagian pintu
lupa bagian jendela
dia tukang cat yang sombong
berpindah ke rumah selanjtunya
begitu saja
Bumiwangi, 2012
Kompartemen
segalanya berjalan mundur
gerakanmakin cepat
dan mengiris ingatan-ingatan
untunglah tak ada asap rokok
udara dingin dan lelehan salju
membentuk jamur-jamur kotor
di jendela luar
kami saling berbagi bekal
padahal tak saling kenal
bahasa dan kulit kami berbeda
mereka yang bertato melebarkan
senyuman
si kakek di pojokan
sama sibuknya membagi makanan
hanya ada mi rebus di kotak bekal
milikku
makanan pejal megalahkan gigil
melaju terus ingatan ini
dikalahkan dengan dengkur
laki-laki ukraina
seorang perempuan di feodosiya
telah menanti
dia akan mengajak ke
pantai-pantai
laut hitam
Bumiwangi, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar